JAKARTA - Aparat Penegak Hukum, khususnya Kejaksaan Agung (Kejagung), diminta benar-benar serius mengusut kasus impor pangan, bukan hanya impor gula, tetapi juga pangan lainnya, seperti beras, ternak (daging), bawang, jagung, dan kedelai yang ditengarai kerap rawan jadi lahan korupsi.

Peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, di Jakarta, Kamis (31/10), mengatakan selama ini sudah sering ditemukan pelanggaran hukum terkait impor pangan yang melibatkan oknum birokrat dan pihak swasta, namun tidak berlanjut ke meja hijau.

"Swasembada pangan mesti ditopang penegakan hukum dengan mengusut kasus impor pangan yang tegas dan tidak tebang pilih," tegas Awan. Apalagi dalam dua tahun terakhir, impor beras dilakukan dalam skala besar, bahkan salah satu terbesar dalam sejarah, namun aparat penegak hukum tidak mendalami kebijakan impor yang banyak ditentang petani. "Mestinya penegakan hukum ini juga diterapkan pada semua komoditas pangan, agar tidak ada lagi yang mengambil keuntungan dari masalah pangan kita," tegas Awan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, di Jakarta, Kamis (31/10), mengatakan penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) sedang fokus melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi importasi gula yang terjadi di Kementerian Perdagangan pada 2015-2016.

Seperti diketahui, Kejagung menetapkan dua tersangka dalam kasus tersebut, yaitu Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan periode 2015-2016 dan CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).

Usut Lebih Luas

Pengamat hukum dan pegiat antikorupsi, Hardjuno Wiwoho, mengatakan pemerintah seharusnya memperluas penyidikan terhadap komoditas impor lain yang berpotensi merugikan negara, seperti beras, daging sapi, dan kedelai.

"Ini seharusnya menjadi momentum untuk mengusut lebih luas. Bukan hanya gula, tetapi juga semua impor yang berpotensi menimbulkan kerugian negara," kata Hardjuno. Kandidat doktor bidang hukum dan pembangunan di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu menilai praktik impor komoditas yang merugikan negara bukan hal baru dan sering kali melibatkan jaringan luas yang memanfaatkan celah dalam kebijakan impor.

"Impor beras, daging sapi, dan kedelai juga berisiko tinggi terhadap kebocoran anggaran negara. Tidak jarang, kasus seperti ini dilakukan dengan modus manipulasi harga, kuota impor, dan permainan izin," jelasnya. Dampak dari praktik impor yang tidak transparan itu tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga berdampak langsung pada perekonomian nasional dan para petani.

"Impor gula, beras, dan kedelai yang berlebihan jelas memukul harga pasar komoditas lokal. Akibatnya, petani kehilangan pasar dan harga produk dalam negeri turun drastis," kata Hardjuno.

Baca Juga: