Kecukupan pangan memang harus diprioritaskan mengingat pangan merupakan kebutuhan primer yang tidak dapat digantikan.

JAKARTA - Kehidupan rakyat semakin susah karena pendapatan mereka cenderung stagnan, bahkan para pekerja di sektor informal pendapatannya berkurang karena ekonomi lesu. Sementara inflasi terus merangkak karena tingginya kebergantungan pada komoditas impor terutama pangan dan energi.

Kondisi tersebut semakin parah karena tingkat kerawanan pangan di dunia makin meningkat sehingga harga komoditas bahan makanan dan energi pun melonjak karena diperebutkan oleh negara-negara importir.

Pengamat ekonomi dari STIE YKP Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko, mengatakan kerawanan pangan global akan memicu inflasi terutama di negara-negara importir pangan seperti Indonesia.

Begitu pula dengan harga minyak dunia yang naik karena masalah geopolitik di negara-negara produsen minyak. Indonesia sebagai negara net importir minyak akan terdampak karena belum punya kemauan kuat untuk konversi ke energi baru terbarukan (EBT) yang potensinya di dalam negeri sangat besar.

"Kalau menaikkan bahan bakar minyak (BBM) maka inflasi akan melonjak. Sebaliknya, jika menahan harga BBM maka konsekuensinya subsidi energi di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dipastikan membengkak. Apalagi ada tambahan dari depresiasi rupiah yang mendorong kenaikan harga barang konsumsi yang diimpor," kata Aditya.

Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan inflasi di akan berkisar 2,5-3,5 persen pada 2024 apabila pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), terutama pertalite.

"Hitung-hitungan kami, jika pemerintah tidak menaikkan harga pertalite maka laju inflasi 2024 akan mencapai 2,5-3,0 persen. Tetapi, jika menaikkan harga yang mereka atur atau adminetered price, terutama harga BBM khususnya pertalite, dan mungkin juga harga tarif dasar listrik, termasuk tarif Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), maka inflasi mungkin akan bisa berada di kisaran 2,5-3,5 persen," kata Research Director of Macroeconomics CORE Indonesia, Akbar Susanto, di Jakarta, Kamis (25/4).

Kendati demikian, CORE Indonesia menganggap angka 3,5 persen masih relatif terkendali karena Bank Indonesia (BI) cenderung menetapkan target inflasi antara 3 persen plus minus 1.

Berdasarkan data historis, kenaikan inflasi bakal menurunkan konsumsi rumah tangga secara signifikan pada tiga bulan pertama, terutama ketika terjadi kenaikan drastis. Sesudah itu, angka inflasi secara perlahan akan mengalami penurunan hingga bulan ke-20.

"Kalau pemerintah menaikkan harga pertalite, maka nanti akan diikuti oleh kenaikan drastis dari harga-harga, dan konsekuensinya adalah konsumsi pada tiga bulan pertama akan turun. Sesudahnya, penurunan itu akan terus berlanjut meskipun pelan-pelan sampai bulan ke-20. Artinya, ini konsekuensi agak panjang," katanya.

Berdasarkan hitung-hitungan sederhana, dalam asumsi APBN 2024, pemerintah menetapkan harga BBM 82 dollar AS per barel. Apabila harga minyak internasional melambung tinggi di atas 82 dollar AS per barel, ada alasan dari pemerintah untuk menaikkan harga BBM.

Prioritaskan Kecukupan Pangan

Beberapa waktu lalu, pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Eugenia Mardanugraha, mengatakan tahun 2024 adalah tahun yang berat bagi perekonomian Indonesia sehingga pemerintah dipastikan akan mengetatkan fiskal dan bank sentral menaikkan suku bunga. Di sisi lain, 2024 adalah tahun politik di mana pengeluaran pemerintah pasti meningkat.

"Menurut saya, pemerintah harus fokus pada kecukupan pangan rakyat. Apa pun yang terjadi, jangan sampai rakyat kekurangan makan dan obat-obatan," kata Eugenia.

Tingkat pengangguran diperkirakan akan meningkat, meskipun akan kembali bekerja saat perekonomian normal kembali pada 2025. "Pemerintah harus menjamin kelangsungan hidup keluarga mereka selama menganggur," tegasnya.

Senada dengan Eugenia, pakar pertanian dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur, Surabaya, Zainal Abidin, mengatakan bahwa dalam menghadapi situasi ekonomi yang semakin sulit, kecukupan pangan memang harus diprioritaskan mengingat pangan merupakan kebutuhan primer yang tidak dapat digantikan.

Untuk itu, pemerintah diminta benar-benar mewujudkan kemandirian pangan karena ancaman krisis di masa mendatang akan selalu muncul.

"Sandang, pangan, papan mutlak harus dipenuhi, terutama pangan karena manusia tidak mungkin bisa hidup tanpa makan. Sebenarnya ancaman krisis sendiri selalu ada, dan situasi ke depan memang semakin sulit karena manusia akan memperebutkan energi, air, dan makan," kata Zainal.

Satu-satunya jalan agar terhindar dari krisis pangan adalah memiliki kemandirian dan kedaulatan pangan. Dia mengakui hal itu tidak mudah karena harus ada keberpihakan pemerintah kepada produsen yaitu para petani.

"Kemandirian hanya bisa dicapai dengan men-support petani, seperti negara-negara lain juga melakukannya. Keberpihakan pemerintah adalah kunci awal menuju swasembada," kata Zainal.

Baca Juga: