LEIPZIG - Tiga tahun setelah Piala Eropa tanpa jiwa, dimainkan di tengah kerumunan yang jarang dan perjalanan terbatas karena virus Corona, Jerman menjadi tuan rumah festival sepak bola Piala Eropa 2024. Suporter dari seluruh Eropa memenuhi negara tersebut.
Orang-orang dari Belanda berdatangan melalui Hamburg. Segerombolan pendukung Turkiye turun ke Dortmund dan Tartan Army (pendukung Skotlandia) mengambil alih Munich, Koln, dan Stuttgart.
Meskipun ada kekacauan perjalanan yang mengganggu rute kereta api serta jalur ke dan dari stadion. Hal ini terutama untuk pertandingan pembukaan Inggris melawan Serbia di Gelsenkirchen. Para suporter sejauh ini menjadi bintang pertunjukan saat para pemain berjuang di lapangan.
Bahkan hujan deras yang sering turun tidak merusak pesta. Kemenangan 3-1 Turkiye atas Georgia yang dimainkan dalam kondisi hujan menghasilkan salah satu suasana dan pertandingan paling berkesan di babak grup. Posisi Jerman di jantung benua Eropa membuatnya menjadi tuan rumah yang sempurna.
Delapan dari 24 negara yang bersaing berbagi perbatasan darat dan sebagai ekonomi terbesar Eropa. Mereka juga menjadi rumah bagi populasi ekspat terbesar dari banyak negara lain.
Namun, Piala Eropa 2024 juga merupakan nostalgia bagi banyak penggemar tentang cara turnamen besar dulu berlangsung, beberapa pekan penuh kesenangan yang bebas dari kekhawatiran tentang geopolitik. Tuan rumah Piala Dunia 2018 Russia dilarang tampil di Piala Eropa kali ini karena invasi ke Ukraina.
Dua tahun lalu mata dunia tertuju ke Qatar dengan pertanyaan mengenai kondisi yang dialami pekerja migran dalam membangun infrastruktur yang diperlukan untuk negara kecil itu menjadi tuan rumah turnamen akbar. Berkat perluasan kompetisi oleh FIFA menjadi 48 tim, Piala Dunia di masa depan akan berlangsung di jarak yang sangat jauh.
Dalam dua tahun ke depan, AS, Meksiko, dan Kanada akan bergabung menjadi tuan rumah. Lalu Piala Dunia 2030 akan tersebar di Argentina, Uruguay, Paraguay, Spanyol, Portugal, dan Maroko. ben/AFP/G-1