Penelitian dan pengembangan (litbang) termasuk di bidang pemerintahan sangat penting dan strategis. Hasil dari penelitian dan pengembangan ini bisa jadi acuan dalam membuat rumusan kebijakan yang akan diambil. Sehingga kebijakan yang diambil, pijakannya benar-benar berdasarkan kajian ilmiah.


Namun faktanya, hasil pengemangan dan penelitian di bidang pemerintahan belum dimanfaatkan secara maksimal. Untuk mengupas hal itu lebih lanjut, Koran akarta, mewawancarai Pelaksana Tugas (Plt) Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri (BPP Kemendagri), Agus Fatoni, di Jakarta, kemarin. Berikut petikan wawancaranya.

Seberapa penting peran dari Badan Penelitian dan Pengembangan ini?

Penelitian dan pengembangan berperan dalam meningkatkan kualitas kebijakan dan program penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hasil dari penelitian ini bisa dijadikan rumusan dasar kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Selain itu, penyusunan naskah akademis, termasuk regulasi juga dapat mendasarkan pada hasil penelitian dan pengembangan. Karena hasil penelitian dan pengembangan ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dasar hukum dan peluang yang ada ini dapat memaksimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi kelitbangan, baik di pemerintah pusat maupun daerah.

Dari sisi regulasi, seberapa kuat posisi dan peran dari badan Litbang ini?

Dari sisi dasar hukum, pelaksanaan fungsi kelitbangan sudah cukup kuat. Ini ditandai dengan terbitnya sejumlah regulasi, baik berupa undang-undang, Peraturan Pemerintah (PP), maupun Peraturan Menteri Dalam Negeri. Dari sisi fungsi dapat terlihat dalam Peraturan Pemerintah No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam aturan itu disebutkan Litbang berperan dalam proses peningkatan kualitas kebijakan dan program penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

Adakah kendala yang dihadapi badan Litbang sehingga acap kali hasil dari kajiannya ini kurang dimanfaatkan?

Ya, kami menyadari masih adanya sejumlah persoalan di bidang kelitbangan. Di antara persoalan itu, misalnya pemanfaatan hasil kelitbangan yang masih belum maksimal. Tidak jarang, kegiatan penelitian dan pengembangan, terutama di bidang kebijakan pemerintahan ini hanya menjadi rutinitas. Akibatnya, hasil kelitbangan saat ini belum mampu memberikan kontribusi dalam penyusunan kebijakan dan regulasi.

Di sisi lain, dari segi birokrasi kelitbangan juga masih terkesan strukturalis, seperti jenjang birokrasi yang terlalu panjang. Kondisi ini menghambat kerja kelitbangan. Keterbatasan juga terjadi pada sumber daya manusia (SDM) yang sering kali belum menjadi prioritas program.

Dari sisi dukungan anggaran bagaimana?

Anggaran kelitbangan juga kami lihat belum menjadi prioritas, jumlahnya terbatas. Kemudian, keterbatasan sarana dan prasarana juga dialami kita semua di bidang kelitbangan.

Adakah langkah atau solusi mengatasi masih minimnya dukungan anggaran ini?

Mengatasi persoalan ini (anggaran), memang perlu adanya kerja sama antara intansi kelitbangan dengan pihak lain. Ini pula tengah dilakukan BPP Kemendagri dalam mengkaji jalannya pemilihan kepala daerah (pilkada), dengan melibatkan lembaga think tank independen.

Sementara dari sisi pembenahan organisasi, bisa juga dilakukan dengan memperkuat aspek fungsional dari semula yang orientasinya masih struktural.

Sementara terkait terbatasnya pendanaan, ini dapat diantisipasi dengan membangun kerja sama dengan pihak ketiga, atau memanfaatkan Corporate Social responsibility (CSR) yang ada. Selain itu dengan membuat terobosan baru dalam upaya mengongkosi biaya kelitbangan. n agus supriyatna/P-4

Baca Juga: