ISTANBUL - Menteri Keuangan (Menkeu) Amerika Serikat (AS), Janet Yellen, mengatakan kebijakan perdagangan Tiongkok mungkin "secara signifikan" mengganggu upaya Washington untuk membangun hubungan ekonomi yang sehat dengan negara-negara lain.

"Saya sangat prihatin dengan ketidakseimbangan makroekonomi yang berkepanjangan di Tiongkok," kata Yellen, pada Kamis (13/6).

Seperti dikutip dari Antara, Yellen menuturkan Tiongkok merupakan negara yang unik di tingkat global dengan tingkat tabungan yang termasuk sangat tinggi, mencapai 45 hingga 50 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) selama kurang lebih 20 tahun.

Angka tersebut kira-kira dua kali lipat dari rata-rata Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Penghematan yang tinggi, katanya, mencerminkan kurangnya permintaan konsumsi dalam negeri dan risiko yang menyebabkan peningkatan surplus eksternal Tiongkok.

Yellen mengatakan Tiongkok saat ini mengarahkan sebagian besar tabungannya ke bidang manufaktur dengan tingkat investasi yang sangat tinggi di industri-industri tertentu yang menyebabkan kelebihan kapasitas.

Dia mencatat Tiongkok menyumbang 30 persen dari hasil produksi manufaktur dunia, serta Tiongkok tidak dapat dengan cepat meningkatkan jumlah tersebut tanpa menyebabkan perpindahan global.

"Tiongkok tidak dapat berasumsi bahwa negara-negara lain akan dengan cepat menyerap kelebihan produksi dalam jumlah besar sehingga merugikan industri dalam negeri di negara lain," tutur Yellen.

Mengancam Pekerja AS

Yellen berargumen kelebihan kapasitas di Tiongkok tersebut mengancam perusahaan dan pekerja Amerika Serikat, berisiko membuat rantai pasokan mereka terlalu terkonsentrasi secara artifisial, dan menambah kekhawatiran keamanan dan ekonomi bagi Amerika Serikat.

Argumen tersebut sebagaimana kejadian di masa di mana kelebihan kapasitas dapat menghancurkan bisnis di dalam negeri. "Kini kami melihat risiko hal tersebut terulang kembali, di industri-industri utama yang penting bagi pertumbuhan jangka panjang kami, seperti kendaraan listrik, baterai litium-ion, dan tenaga surya, tetapi juga di berbagai industri manufaktur," jelas Yellen.

Menurut Yellen, Amerika Serikat dan Tiongkok mewakili 40 persen gabungan output global dan memiliki dua sistem keuangan terbesar di dunia.

Dia mencatat Tiongkok mewakili pasar yang sangat besar bagi produsen dan perusahaan Amerika Serikat dengan mendukung lebih dari 700.000 lapangan kerja di Amerika Serikat.

Sementara itu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) Tiongkok, pada Kamis (13/6), menyebutkan negara itu jika diperlukan akan mengajukan gugatan ke Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) terkait rencana Uni Eropa (UE) untuk memberlakukan bea masuk sementara terhadap impor kendaraan listrik (electric vehicle/EV) dari Tiongkok.

Juru Bicara Kemendag Tiongkok, He Yadong, dalam konferensi pers menjelaskan temuan-temuan dari pihak Eropa dalam pengumuman awalnya tidak memiliki dasar faktual maupun hukum.

Dia mengatakan langkah UE itu tidak hanya melanggar hak dan kepentingan yang sah dari industri EV Tiongkok, tetapi juga akan mengganggu kerja sama antara Tiongkok- Eropa di sektor kendaraan energi baru serta mengacaukan rantai pasokan dan industri otomotif global, yang mencakup UE.

Baca Juga: