JAKARTA - Upaya pemerintah untuk mencapai target bauran energi 23 persen pada 2025 mendatang banyak dihambat oleh PLN melalui regulasi. Salah satu regulasi yang membatasi pemanfaatan kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap yakni hanya memberi porsi 10-15 persen dari total energi baru terbarukan (EBT).

Juru kampanye iklim dan energi, GreenPeace, Didit Haryo Wicaksono, di Jakarta, Selasa (7/6) menilai kebijakan PLN tersebut menunjukkan seolah-olah semangat pemerintah mendorong transisi energi masih setengah-setengah.

Di satu sisi, pemerintah mendorong agar transisi energi dipercepat, tetapi pada kenyataannya masih ada badan usaha yang membuat kebijakan yang tidak sesuai dengan rencana kerja pemerintah.

Hal itu, kata Didit, tidak terlepas dari kondisi over supply PLN, terutama listrik dari PLTU batu bara, sehingga mengorbankan energi terbarukan.

Kurang Menarik

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, dalam keterangan tertulisnya mengatakan kebijakan pembatasan itu menyebabkan listrik matahari kurang menarik dari sisi keekonomian.

"Tindakan PLN membatasi 10-15 persen kapasitas PLTS membuat keekonomian PLTS jadi rendah dan tidak menarik. Minat masyarakat memasang PLTS Atap jadi turun," kata Fabby.

Menurut dia, untuk mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada tahun 2025, Indonesia perlu menambah 14 gigawatt pembangkit energi bersih sebagai salah satu langkah konkret menurunkan emisi karbon.

Bila melihat dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN, Indonesia hanya akan membangun 10,9 gigawatt pembangkit energi terbarukan hingga tahun 2025, sehingga masih ada kekurangan tiga sampai empat gigawatt untuk mencapai bauran 23 persen.

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap yang terhubung pada jaringan tenaga listrik pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. Aturan itu menggantikan Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2018.

Meski aturan tersebut menyatakan kapasitas maksimum sistem PLTS Atap mencapai 100 persen dari daya tersambung pelanggan PLN, namun realisasinya pelaku industri masih belum bisa memasang pembangkit listrik matahari dan hanya terbatas sampai 15 persen.

Perusahaan penyedia sistem listrik surya atap, ATW Solar, mengakui adanya pembatasan itu dengan maksimal instalasi kapasitas PLTS sebesar 10-15 persen dari total kapasitas terpasang berlangganan dengan PLN.

Sales Engineer ATW Solar, Tungky Ari, mengatakan kebijakan itu bertolak belakang dengan peraturan ESDM yang menetapkan kapasitas maksimal sistem PLTS Atap adalah 100 persen.

Baca Juga: