JAKARTA - Perekonomian Indonesia dan global saat ini dihadapkan pada setidaknya empat tantangan yang harus dicari solusinya agar bisa melalui hambatan itu dan tumbuh berkelanjutan.

Tantangan pertama adalah tensi geopolitik global yang menyebabkan perubahan signifikan terhadap kebijakan ekonomi negara-negara besar, termasuk Indonesia.

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, saat menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) RAPBN 2024 di Jakarta, Jumat (19/5), mengatakan negara besar cenderung menjadi inward looking, proteksionis, sehingga berakibat pada dunia akan terfragmentasi dan tren globalisasi berubah menjadi deglobalisasi.

Fenomena geopolitik tersebut, jelasnya, dimulai saat Amerika Serikat (AS) memberlakukan kebijakan reshoring atau pengembalian sektor manufaktur ke dalam wilayah negara sendiri.

Kebijakan tersebut memicu ketegangan antara AS dan Tiongkok sebagai negara dengan perekonomian terbesar pertama dan kedua di dunia.

Selain itu, konflik Ukraina- Russia yang semakin mempertajam polarisasi kerja sama ekonomi negara-negara lain, serta dedolarisasi yang mampu berdampak besar bagi perekonomian dunia.

Tantangan kedua, yakni cepatnya perkembangan teknologi digital yang menghadirkan tantangan baru seperti labour saving atau penghematan tenaga kerja secara masif, serta permasalahan keamanan privasi dan siber.

Sedangkan tantangan yang ketiga, yaitu perubahan iklim (climate change) yang saat ini tengah menjadi ancaman nyata bagi manusia dan perekonomian.

Cuaca ekstrem yang terjadi terkait perubahan iklim menimbulkan kerugian berupa korban jiwa, aset, serta menurunnya aktivitas produksi.

"Respons kebijakan mitigasi dan adaptasi negara maju juga menimbulkan dampak luar biasa.

AS mengeluarkan Inflation Reduction Act (IRA), Eropa menerapkan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM).

Hal ini menjadi hambatan nontarif yang sangat nyata bagi perdagangan internasional dan investasi dari maupun ke AS serta Eropa.

Ini menjadi tantangan bagi Indonesia untuk terus bisa menjaga kinerja eksternalnya," kata Menkeu seperti dikutip dari Antara.

Kemudian, tantangan keempat, Indonesia harus mempersiapkan kemungkinan terburuk apabila terdapat pandemi lain.

Covid-19 bukan menjadi satu-satunya pandemi di dunia, sebab itu, Indonesia harus selalu bersiap menghadapi goncangan ekonomi pandemi termasuk meredam scarring effect yang ditimbulkan.

Selain empat tantangan itu, perekonomian 2023-2024 masih dihadapkan tekanan berat, laju inflasi global yang belum kembali ke level normal rendah menyebabkan suku bunga acuan global cenderung tertahan tinggi.

Oleh karena itu, konsekuensi likuiditas global akan ketat, cost of fund menjadi tinggi, ruang kebijakan di banyak negara semakin terbatas serta gejolak perbankan di AS dan Eropa menambah resiko ketidakpastian.

Perencanaan Pangan

Pengamat Ekonomi Universitas Katolik Atmjaya Jakarta, Yohanes B.

Suhartoko, mengatakan naiknya tensi geopolitik global saat ini sangat mempengaruhi rantai pasok beberapa komoditas dunia seperti energi dan pangan.

Dampak berikutnya adalah kenaikan harga atau paling tidak volatilitas harga yang besar.

"Ini akan menyulitkan perencanaan pangan dan energi jangka pendek dan pada gilirannya ketahanan pangan dan energi terpengaruh," ungkapnya.

Sebab itu, kebijakan pangan harus dirancang berorientasi jangka panjang guna mewujudkan kemandirian pangan dan energi," tegas Suhartoko.

Baca Juga: