Pemerintah diminta tak lagi mengeluarkan kebijakan yang membebani Pertamina, terutama mempertahankan harga jual BBM dan penjualan kembali premium di Jamali di tengah gejolak minyak mentah global.

Jakarta - Pemerintah diminta tidak lagi mengeluarkan kebijakan yang merugikan PT Pertamina (Persero). Pasalnya, dari beberapa kebijakan pemerintah di sektor hilir, hingga Juli ini, Pertamina terpaksa harus menanggung kerugian hingga dua milliar dollar AS atau sekitar 28 trilliun rupiah (kurs 14.000 rupiah per dollar AS).

Direktur Eksekutif Energi Watch Mamit Setiawan menyebutkan kerugian itu dipicu oleh beberapa kebijakan pemerintah di sektor hilir yang merugikan perseroan. Kebijakan itu seperti mengharuskan Pertamina menjual kembali Premium di wilayah Jawa, Madura, dan Bali (Jamali), serta tidak boleh menaikkan harga Pertalite yang saat ini masih 7.800 rupiah per liter, sementara harga bahan bakar minyak (BBM) sejenis dari pesaing Pertamina telah di atas 9.000 rupiah per liter.

Mamit menilai kerugian sebesar 2 milliar dollar AS itu terbesar yang dialami Pertamina. "Nilai kerugian ini berdasarkan laporan internal Pertamina. Ini sebenarnya tidak untuk di-publish, tetapi saya dapat laporan dari orang dalam, jumlahnya 2 milliar dollar AS," jelas Mamit dalam diskusi terkait akusisi Pertagas oleh Perusahaan Gas Negara (PGN) di Jakarta, Kamis (19/7).

Karenanya, Mamit meminta pemerintah tidak lagi mengeluarkan kebijakan yang membebani Perseroan. Apalagi, dalam beberapa hari terakhir, pemerintah hendak menjual lagi Pertagas ke PGN. Menurutnya, penjualan ini cukup ironi karena pemerintah telah membuat holding BUMN Migas. Namun, di sisi lain membiarkan anak usaha Pertamina di sektor gas, PT Pertamina Gas (Pertagas) diambil alih PGN.

"Pertamina sudah ambil PGN dalam bentuk holding, lalu jual lagi anak usahanya ke PGN yang jelas-jelas saham publiknya jauh lebih besar dari pada pemerintah," ungkap Mamit.

Dari pola penjualan Pertagas ke PGN diduga kuat merupakan bagian dari desain besar untuk melemahkan Pertamina. Menurut Mamit, di internal direksi, juga ada perbedaan pandangan soal ini. Hanya saja, lanjutnya, bagi yang menolak akuisisi tidak bisa berbuat banyak karena kebijakan itu ada di tingkat kementerian.

Gelar Aksi

Sementara itu, penolakan terhadap penjualan Pertagas ke PGN serempak dilakukan 18 konstituen federasi serikat Pertamina Bersatu. Ribuan pekerja Pertamina dari 18 konstituen itu akan menggelar aksi, Jumat (20/7), di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Selain pekerja, mahasiswa kabarnya juga turut serta dalam aksi tersebut.

Ketua Umum Serikat Pekerja Pertamina EP, Adam Syukron Nasution menegaskan poin utama dari aksi damai tersebut ialah mendesak pemerintah untuk membatalkan proses akuisisi yang belum sampai final tersebut.

SP PEP meminta Kementerian BUMN membatalkan SK Menteri BUMN No39/MBU/02/2018 tentang pemberhentian, perubahan nomenklatur, pengalihan tugas anggota direksi Pertamina.

Menambahkan itu, Ketua Umum Serikat Pertamina Geothermal Energi (PGE), Bagus Bramantio menegaskan, apabila pemerintah tidak menyikapi tuntutan pekerja, maka ribuan pekerja Pertamina siap menggelar aksi industrial, termasuk menghentikan produksi.

ers/E-10

Baca Juga: