JAKARTA - Semakin banyaknya sampah, jumlah ratusan bahkan jutaan ton yang masuk ke sungai terus terbawa air ke pesisir dan laut merupakan bentuk kegagalan pengelolaan sampah di darat. Ini terjadi karena kebiasaan buruk membuag sampah di pinggir jalan. Pengelolaan sampah yang buruk ini akan menyebabkan tragedi lingkungan dan kemanusiaan.

"Tragedi mengerikan akibat malapetaka sampah telah dirasakan di sejumlah daerah, namun tampaknya kita tidak mau berubah untuk memperbaiki pengelolaan sampah, seperti memilah, mengolah, mendaur-ulang sampah dari sumber," kata Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas), Bagong Suyoto dalam siaran persnya, Kamis (25/3).

Menurut Bagong, pada zaman modern, zaman milenial jumlah penduduk dan urbanisasi semakin bertambah, permukiman dan berbagai fasilitas perdagangan terus bertambah dan pola konsumsi terhadap barang-barang semakin boros (kosumerisme) maka tak terelakan jumlah sampah pun terus bertambah.

Seperti bertambahnya berbagai jenis plastik, styrefoam, dan lain-lain. Sebetulnya, tambah dia, warga biasa saja dengan semakin banyaknya sampah. Suatu konskuensi dari kehidupan. Namun, sampah dibiarkan saja di sembarang tempat akan menjadi masalah.

Sekretaris Jenderal Perkumpulan Gerakan Aksi Persampahan Indonesia (GAPINDO) ini mengatakan sekarang ini ada pemandangan yang merisasukan yaitu banyak ditemui titik pembuangan sampah di pinggir jalan, jumlah ratusan, mungkin ribuan titik. Kondisi buruk ini bisa ditemui di wilayah Kabupaten dan Kota Bekasi, Kabupaten Bogor, Kota dan Kabupaten Tangerang, Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang, dan lain-lain.

Pembuangan sampah di sembarang tempat menjadi masalah tersendiri. Banyak faktor yang saling terkait. Ada warga yang senang membuang sampah sembarangan, alasannya tak disediakan tong, bak sampah, kontainer, TPS atau mau membuang sampah yang ada tempatnya jauh. Sebaliknya, otoritas yang memiliki kewenangan dan fungsi menangani sampah masa bodoh atau seakan tidak tahu.

"Sejak tahun 2019 saya dan sejumlah aktivis lingkungan melakukan investigasi di wilayah Jabodetabek, terutama Kabupaten Bekasi banyak sekali menemukan pembuangan sampah di pinggir-pinggir jalan," kata Bagong.

Sepertinya, tambah dia, setiap hari banyak orang membuang sampah di pinggir jalan. Saat ini pinggir jalan sudah jadi tempat pembuangan sampah, makin lama menjadi permanen. Meskipun dipasang papan/tanda peringatan masih saja membuang sampah di pinggir jalan. Seperti malah kecanduan.

"Saya yakin birokrat mulai mulai dari desa/kelurahan, kecamatan, UPTD sampai dinas mengetahui titik-titik pembuangan sampah di pingir jalan itu. Bahkan ada beberapa kecamatan banyak ditemui terdapat titik-titik pembuangan sampah di wilayah Kabupaten Bekasi Utara," kata Bagong.

Malah kecamatan yang dekat dengan TPA Burangkeng masih ditemui pembuangan sampah di pinggir-pinggir jalan, seperti Kecamatan Setu, Kecamatan Cikarang Barat, Kecamatan Cikarang Baru. Apalagi wilayah yang terjauh di bagian selatan, seperti Kecamatan Cibarusah.

"Kita tahu Kabupaten Bekasi merupakan metropolitan yang maju mempunyai ribuan industri/pabrik. Sayang sekali birokratnya tidak adaftif dan konvensional. Mereka datang ke kantor melakukan absen rutin, duduk-duduk mengobrol, siang istirahat, lalu duduk-duduk mengobrol lagi, sore absen dan pulang ke rumah. Mereka menunggu perintah atasan. Kebiasaan mereka yang digemari memindahkan sampah dari satu tempat ke tempat lain," kata Bagong.

Bagong menilai desungguhnya Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi hingga UPTD sudah tahu makna dari keinginan Bupati, dan juga sudah mengetahui mandat peraturan perundangan di atas. Tetapi, kenapa tidak dilakukan?

Semestinya, tambah dia, Dinas Lingkungan Hidup hingga UPTD lebih kretaif, inovatif, dan membuka peluang berkolaborasi dengan berbagai pihak, terutama warga, bank sampah, komunitas untuk mengolah sampah dari sumber. Juga sampah yang dibuang di pinggir-pinggir jalan itu menjadi target utama mereka.

Apa sebenarnya yang menjadi target Bupati Bekasi terhadap pengelolaan lingkungan hidup dan sampah sudah seharusnya bisa dijalankan dan ditafsirkan oleh dinas-dinasnya. Dan ketika masyarakat sudah menyambut baik mengolah sampah harus menjadi modal kerja yang dinamis dan sinergis.

"Masyarakat menunggu arahan dan bimbingan dinas-dinas tersebut dalam mengolah sampah dari sumber dengan multiteknologi ramah lingkungan. Sebab kegiatan kolaboratif dan partisipatif mengolah sampah memperingan beban pemerintah kabupaten Bekasi, juga melakukan penyelematan lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat," kata Bagong.

Baca Juga: