Permasalahan rendahnya harga di tingkat petani dan problem distribusi, hal ini bisa diselesaikan dengan memperkuat koperasi-koperasi petani di tingkat basis atau daerah.

JAKARTA - Tingginya angka kemiskinan rumah tangga petani menggambarkan rendahnya keberpihakan pemerintah terhadap kelompok masyarakat rentan. Salah satunya ketimpangan harga yang lebar di tingkat petani dan pedagang, termasuk cabai merah keriting.

Berdasarkan laporan serikat petani Indonesia (SPI), pada awal Februari lalu, di Sukabumi, Jawa Barat, harga cabai merah keriting di tingkat petani berada di kisaran 45.000-49.000 rupiah per kilogram (kg). Namun di pasar, harganya justru mencapai 75.000-80.000 rupiah per kg.

"Kami melihat perbedaan harga di tingkat petani dan pasar masih menjadi momok yang belum dipecahkan. Hal ini sebenarnya berlaku di tiap subsektor, tetapi paling terasa dampaknya di subsektor hortikultura seperti sayur-sayuran," tegas Sekretaris Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Agus Ruli, pada Koran Jakarta, Kamis (18/2).

Disebutkan Agus, singkong dan jagung harganya relatif rendah di tingkat petani. Untuk singkong, misalnya, laporan anggota SPI di Desa Rengas, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan menyebutkan harga di tingkat petani mencapai 500 per kg untuk yang rendah dan tertinggi 600 rupiah per kg.

Untuk subsektor Hortikultura, Agus Ruli menyebutkan kendati NTP (nilai tukar petani) hortikultura menunjukkan tren kenaikan dalam empat bulan terakhir, hal ini belum sepenuhnya memberikan keadilan bagi petani.

Terkait masalah ketidakadilan harga dan kesejahteraan petani, Agus Ruli menilai pemerintah harus memperkuat keberadaan koperasi sebagai kelembagaan ekonomi petani. Permasalahan rendahnya harga di tingkat petani dan problem distribusi, hal ini bisa diselesaikan dengan memperkuat koperasi-koperasi petani di tingkat basis atau daerah.

Melalui koperasi, petani bisa mengendalikan penyimpanan untuk dikonsumsi sendiri maupun untuk dijual langsung kepada konsumen.

Ketua Umum SPR, Henry Saragih menilai anggaran untuk menunjang sektor pertanian harus menjadi prioritas dari pemerintah. Tentunya, hal ini dibarengi dengan sejumlah kebijakan di sektor pertanian yang benar-benar menjawab persoalan yang dihadapi petani, sehingga berdampak pada kedaulatan petani di Indonesia. "Misalnya, subsidi untuk input pertanian, bisa dialihkan kepada output agar bisa menjamin agar harga di tingkat petani tidak anjlok," ujarnya.

Disparitas Tinggi

Dalam diskusi soal pertanian, Rabu (17/2), Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Kecuk Suhariyanto, menyebutkan kemiskinan lebih terpusat di pedesaan yang mayoritas pekerjaannya petani. Disparitas kemiskinan perkotaan dan pedesaan semakin tinggi. Faktanya, sebagian besar rumah tangga miskin menurut sumber penghasilan merupakan petani dengan kontribusi 46,30 persen.

Kecuk mengakui kelemahan di negara kita, ketika musim panen tiba, harga produk pertanian jatuh. Hal ini mempengaruhi turunnya pendapatan petani. "Padahal perlu diketahui petani selain sebagai produsen, petani juga sebagai konsumen. Akan makin berat jika harga komoditas petani turun, sementara di sisi lain harga nilai barang yang dibeli petani naik," tegas Kecuk.

Baca Juga: