JAKARTA - Beban utang dikhawatirkan bakal terus meningkat seiring penurunan penerimaan negara yang disebabkan oleh anjloknya harga komoditas. Untuk itu, kebergantungan terhadap ekspor komoditas harus diakhiri karena hanya membuat stabilitas ekonomi menjadi rentan.

Anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharam mengatakan, sejak lama pemerintah tak dapat lepas dari sumber penerimaan jangka pendek dan menjadi riskan ketika harga komoditas mulai turun.

"Sejak lama, penerimaan negara memang sangat bergantung dari ledakan komoditas. Sejarah mencatat, bahwa tren peningkatan rasio pajak terjadi hanya jika Indonesia mengalami ledakan komoditas. Jika menilik ke belakang, tax ratio pernah berada pada level yang tinggi dikarenakan adanya ledakan komoditas seperti yang terjadi sekitar tahun 2008," ujar Ecky Awal di Jakarta, Selasa (2/7).

Menurutnya, ledakan tersebut yang kemudian mendorong tercapainya target penerimaan sebesar 106,7 persen terhadap target.

"Setelahnya, rasio pajak konsisten turun hingga single digit yakni 9,89 persen pada 2017 kemudian 9,76 persen pada 2019 dan bahkan 8,33 persen pada 2020 imbas dari Covid-19. Penerimaan pajak kemudian tertolong ledakan harga komoditas saat pemulihan," ungkapnya.

Menurutnya, pemerintah belum menyusun jalan keluar dari penurunan harga komoditas yang mulai terjadi. "Kami sejak beberapa tahun yang lalu sudah mengingatkan Pemerintah untuk segera menyusun exit strategy dari dampak moderasi komoditas. Sebab, penurunan harga komoditas sangat sensitif terhadap penerimaan negara," tuturnya.

Saat ini, lanjutnya, utang pemerintah sudah sekitar 8.262 triliun rupiah. Peningkatan tersebut, menurutnya, bahkan mencapai lebih dari 5.000 triliun rupiah sejak 2014.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Mei 2024 baru sebesar 1.123,5 triliun rupiah, atau turun 7,1 persen dibanding periode sama tahun lalu (yoy) sebesar 1.209 triliun rupiah.

Kurangi Pembiayaan

Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto meminta pemerintah menekan berbagai pembiayaan yang tak produktif dan berpengaruh kepada masyarakat. Hal itu dalam rangka menghemat belanja pemerintah akibat membengkaknya subsidi APBN di tengah melemahnya kurs rupiah terhadap dolar.

"Sebagaimana juga zaman dulu, misalnya proyek-proyek mercusuar dan sebagainya itu ditangguhkan, mengingat dalam waktu dekat ini sudah barang tentu implikasinya luar biasa," ujar Sugeng.

Baca Juga: