Kawasan industri hijau seluas sekitar 30 hektare di Kabupaten Bulungan diperkirakan memiliki nilai investasi hingga 132 miliar dollar AS.
SHANGHAI - Pemerintah menargetkan kawasan industri di Kalimantan Utara (Kaltara) dapat selesai dalam empat tahun. Dari pertemuan dengan Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional atau National Development and Reform Commission (NDRC) Tiongkok diharapkan satu bulan ke depan sudah bisa di-groundbreaking pembangunan kawasan industri ini.
"Dari pertemuan dengan NDRC kita berharap satu bulan ke depan sudah bisa di-groundbreaking, sudah dimulai konstruksinya dan saya kira dalam waktu empat tahun sudah selesai," kata Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarinves), Luhut Binsar Pandjaitan, di Shanghai, Minggu (16/6).
Seperti dikutip dari Antara, Menko Luhut melakukan kunjungan kerja ke Tiongkok sejak Rabu (12/6) dengan mengunjungi sejumlah kota dan daerah seperti Beijing, Jilin, dan Shanghai. Luhut antara lain bertemu dengan Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi, Kepala NDRC Tiongkok, Zheng Shanjie, pejabat dari Tsinghua University dan para pengusaha asal Tiongkok.
"Salah satunya di sana akan menjadi pabrik petrochemical terbesar di Asia," ungkap Luhut.
Dalam pertemuan dengan Kepala NDRC, Zheng Shanjie, Rabu (15/6), Luhut meminta agar NDRC dapat mendukung implementasi kawasan industri Kaltara tersebut.
Pertemuan Bilateral
Kawasan industri di Kaltara tersebut juga sempat dibicarakan dalam pertemuan bilateral Presiden Joko WIdodo dan Presiden Tiongkok Xi Jinping pada 27 Juli 2023. Salah satu pembahasan keduanya adalah joint call perusahaan di bidang petrokimia dan PLTA di Kaltara.
Kawasan industri hijau seluas sekitar 30 hektare di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara (Kaltara) itu diperkirakan memiliki nilai investasi hingga 132 miliar dollar AS. Proyek itu hanya berjarak 185 km dari Ibu Kota Nusantara (IKN).
Salah satu proyek yang akan dibangun di kawasan tersebut yaitu pabrik petrokimia yang akan menjadi pabrik petrokimia terbesar di Indonesia, dengan kapasitas mencapai 4 x 16 juta ton per tahunnya.
Selain itu, ada juga rencana pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) alumina dengan kapasitas tiga juta ton. Masih ada rencana pendirian pabrik besi dan baja (iron and steel) dengan kapasitas lima juta ton per tahun.
Selanjutnya, rencana pabrik baterai kendaraan listrik maupun pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT) akan dibangun dengan kapasitas 265 gigawatt hour (GWh). Terakhir adalah rencana pembangunan pabrik polycristalline silicon dengan kapasitas 1,4 juta ton.
Selain itu, Menko Luhut sudah menyampaikan kepada para pengusaha asal Tiongkok untuk menjaga lingkungan saat berinvestasi di Indonesia."Saya kemarin bilang kepada mereka, harus comply (patuh) terhadap (aturan) lingkungan, itu tidak boleh kompromi," kata Luhut.
"Saya sampaikan kalau kau melanggar lingkungan, kami tutup, (Mereka jawab), jangan terlalu galak begitulah, hanya saya katakan kali ini tidak bisa, kita tentu kasih peringatan ya, saya beri tahu itu," tambah Luhut.
Luhut menilai Indonesia sudah menjadi destinasi investasi bagi Tiongkok. "Tinggal bagaimana kita di dalam negeri menjaga kondisi itu, supaya mereka tambah nyaman, misalnya kalau ada masalah dalam investasi mereka, segera diselesaikan," ungkap Luhut yang mengaku tidak punya resep khusus untuk mendekati para investor dari Tiongkok.
Dalam kunjungannya ke Tiongkok, Luhut mengatakan satu perusahaan garmen asal negeri itu sepakat untuk mendirikan pabrik di Subang dan Sukoharjo.
"Pekerja di satu pabrik bisa 10 ribu orang, tapi yang paling penting adalah karena dia membangun rumah untuk karyawannya, employee house, bayangkan 10 ribu orang dibangun rumah semua, itu kan bisa jadi model (bagi investor) yang lain," ungkap Luhut.
Perusahaan garmen tersebut, kata Luhut, memiliki nilai penjualan pada 2023 mencapai 4,5 miliar dollar AS. "Ini kalau tanahnya beres, bulan depan langsung jadi (membangun), kemarin saya sudah telepon Menteri ATR untuk dirapatkan sertifikatnya," kata Luhut.
Nilai investasi Tiongkok di Indonesia berdasarkan data Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada periode 2019 - kuartal I-2024 mencapai 30,2 miliar dollar AS dengan 21.022 proyek.