Daerah yang masuk kawasan aglomerasi mencakup 10 daerah. Mereka adalah Daerah Khusus Jakarta, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Depok, dan Kabupaten Cianjur.

Dengan tidak lagi menjadi Ibu Kota Negara, (mantan DKI) akan menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ). DKJ sebenarnya sudah berlaku karena Presiden Joko Widodo sudah menandatangani Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta.

Bab IX UU ini mengatur soal kawasan aglomerasi. Pasal 51 ayat (1) menyebutkan bahwa kawasan aglomerasi dibentuk untuk menyinkronisasi pembangunan Jakarta dengan daerah sekitar. Dengan kata lain, untuk menyinkronkan pembangunan Provinsi Daerah Khusus Jakarta dengan daerah sekitar, dibentuk Kawasan Aglomerasi.

Sedangkan daerah yang masuk kawasan aglomerasi mencakup 10 daerah. Mereka adalah Daerah Khusus Jakarta, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Depok, dan Kabupaten Cianjur. Wilayah Jabodetabekpunjur ini dihuni hampir 40 juta penduduk. Ini akan menjadi problem tersendiri dalam menyediakan hunian.

Secara logika, andai satu rumah berisi lima anggota, maka bisa dianalogikan 40 juta dibagi lima. Itu setidaknya diperlukan 8 juta rumah. Kalau secara bodoh rata-rata rumah (kita ambil minimal saja) berukuran 100 meter, maka diperlukan lahan 800.000.000 meter. Sedangkan tanah di kawasan aglomerasi hanya sekitar 700.000 hektare, alias 7.000.000.000 meter, akan tinggal 6,2 miliar meter.

Kalau ada pertumbuhan permintaan rumah tiap tahun 10 persen saja, diperlukan tambahan 80 juta meter tiap tahun hanya untuk membangun rumah. Atau tiap tahun lahan aglomerasi akan berkurang 80 juta meter untuk membangun rumah tapak. Tapi ingat, itu setiap keluarga hanya 100 meter dan hanya ada 10 persen pertumbuhan permintaan rumah!

Padahal menurut prediksi Pinhome, permintaan rumah baru akhir tahun 2024 untuk Jabodetabek saja tumbuh tinggi, untuk bulanan saja dari November ke Desember 2023 tumbuh 27 persen! Di Tangerang Selatan (Tangsel) dan Kota Tangerang malah tumbuh 84 persen dan 41 persen secara kuartalan terakhir 2023..

Mau tinggal di mana anak cucu kelak? Apakah mereka juga tidak perlu bertanam, tempat rekreasi, dan lokasi konservasi? Semua ini memerlukan lahan juga. Maka, mau tidak mau, gerakan menekan pembangunan rumah tapak harus dimasifkan. Dengan demikian, opsi membangun hunian vertikal tak terelakkan.

Kota-kota besar dunia juga telah lama menghentikan pembangunan rumah tapak, sebagai ganti mereka membangun hunian ke atas. Ini pula opsi yang mesti diambil oleh para pengembang kawasan aglomerasi. Sebab berapa pun lahan yang tersedia, tak pernah akan cukup untuk membantun rumah tapak. Sebab permintaan hunian terus meningkat tiap tahun.

Yang Terbaik

Meski begitu, untuk memilih hunian vertikal tidaklah mudah atau jangan asal vertical. Calon pembeli harus benar-benar mampu memilih hunian vertikal yang terbaik. Lalu apa kriteria terbaik? Tentu untuk era sekarang harus ramah lingkungan yang ditandai dengan serba "green." Hijau lingkungannya, hijau alamnya, dan hijau pepohonannya.

Kemudian lingkungan harus premium. Arti premium antara lain ada di sentrum kota atau wilayah. Banyak terhubung dengan berbagai keperluan pokok seperti kampus, sekolah, tempat nongkrong, tempat belanja, dekat pusat perbelanjaan, atau rumah sakit.

Lalu mana kira-kira hunian ke atas yang masuk kategori ini? Salah satunya adalah Elevee. Dia sangat mewakili lokasi yang premium dan hijau. Pojok kiri terdpat "hutan kecil" yang berisi pepohonan lurus-lurus, angsana Malaysia. Hutan ini menghijaukan mata, rindang, dan oase udara. Hutan kecil ini juga bisa menjadi boulevard yang rindang.

Kalau mendadak lapar ada Saline Bay atau Seafood Pulau Sentosa. Keperluan-keperluan lain juga tinggal jalan kaki seperti toko sport, bank, atau kafe untuk menjamu teman. Lokasinya benar-benar seperti di "Jalur Sutera." Mau ke mal Alam sutera tinggal melangkah. Mau ke Ikea tinggal dua langkah.

Proyek menara kembar milik Alam Sutera Serpong Tangerang ini dibangun di atas lahan empat hektare bernama Elevee Condominium serta Forest Park seluas empat hektare. Chief Marketing Officer Elevee Condominium, Alvin Andronicus, menuturkan, pasar kondominium saat ini memang menjadi pilihan masyarakat. Progres pembangunan Elevee Condominium sendiri, menurut Alvin, sudah mendekati fase topping off yang akan dilakukan bulan Oktober. Sedangkan serah terima kunci diharapkan Desember 2025.

"Dari dua tower yang sedang dibangun saat ini, tersisa sekitar 150 unit dari total unit sebanyak 550 unit. Kami yakin, selepas topping off penjualan akan lebih cepat," katanya.

Suara pembeli

"Saya memilih elevee karena milik Alam Sutera. Pengembang ini sebuah jaminan kualitas," tutur salah satu pembeli, Fani (30). Menurutnya, tinggal di kawasan Alam Sutera sangat nyaman. "Jalan-jalannya luas, sangat rindang. Taman-taman indah dan rindang," ujarnya.

Selain itu, area hijau sangat luas. Ini yang membuat udara kawasan ini sangat sejuk dan segar. Kondisi demikian yang dicari setiap orang. "Sebab kita kan ingin tinggal di tempat yang nyaman, segar, dan menyehatkan," tambah pegawai swasta yang sekarang tinggal di perumahan besar daerah Karawaci tersebut.

Dia ingin bergeser ke kawasan ini karena tempat tinggalnya jalan-jalan sempit, tak ada ruang hijau. "Lahan sejengkal saja dibangun hunian," tandas ibu dua anak tersebut. "Saya mantap di Elevee," tandasnya.

Baca Juga: