Petani kedelai butuh bantuan pemerintah untuk mengawal produksinya dan membutuhkan lembaga penelitian guna menghasilkan varietas yang lebih cocok dan adaptif dengan iklim tropis.

JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) terus berupaya meningkatkan produksi kedelai lokal, mengingat perubahan iklim dunia ikut mengerek harga pasar komoditas internasional. Produksi kedelai global turun sehingga memberatkan pengrajin tahu tempe yang menjadikannya sebagai bahan baku utama. Tak sedikit di antaranya yang gulung tikar dan banting stir ke bisnis lain.

Tahun ini, Kementan memfasilitasi pengembangan kedelai seluas 52 ribu hektare untuk meningkatkan produksi kedelai lokal. Hanya saja apabila tak diawasi secara ketat proyek ini bisa tak berjalan di lapangan, sehingga butuh pengawalan.

Pakar Pangan dari Universitas Brawijaya Malang, Sujarwo, mendukung upaya Kementan dalam meningkatkan produksi lokal untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional, terutama berkaitan dengan optimalisasi perwilayahan komoditas kedelai dan sistem pendukungnya.

"Saya mendukung lebih ditingkatkan program-program pemerintah yang membangun optimalisasi perwilayahan komoditas kedelai dan supporting system-nya. Saya berharap hal Ini menjadi real sebagai buah dari semakin baiknya kelembagaan/ korporasi petani," ujar Sujarwo, Jumat (18/2).

Meski demikian, Sujarwo mengatakan diperlukan analisis presisi terkait lahan dan juga pasarnya. Jangan sampai, kata dia, pasar kedelai tidak dijaga sehingga nantinya akan memiliki efek terhadap ketidakpastian harga tinggi.

"Dalam hal ini, petani kedelai butuh bantuan pemerintah untuk mengawal produksinya dan membutuhkan lembaga penelitian untuk menghasilkan varietas yang lebih cocok adaptif dengan iklim tropis, terutama untuk meningkatkan produktivitasnya," katanya.

Direktur Aneka Kacang dan Umbi Ditjen Tanaman Pangan Kementan, Yuris Tiyanto, berharap dengan anggaran terbatas ini, berbagai pihak bisa membantu termasuk off taker. Dengan menggandeng off taker sebagai avalis pembiayaan, lanjutnya, dimungkinkan untuk menjadi penjamin untuk pembiayaan kredit usaha rakyat (KUR).

Dia menjelaskan Kementan bersama Dinas Pertanian di 14 provinsi lokasi Pengembangan Kedelai Non-APBN/ KUR, memfasilitasi kegiatan penandatanganan nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) antara Perbankan Himbara dengan pihak perusahaan off taker sebagai langkah pemenuhan target pengembangan kedelai dengan dana KUR pada 2022.

Tersebar Luas

Lahan pertanaman kedelai tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Beberapa lahan tersebut akan berada antara lain di Provinsi Sulawesi Selatan, DIY, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Lampung, Jambi dan Banten.

"Kita akan tanam di sentra yang sudah ada. Kita harapkan produktivitas bisa ditingkatkan, selama ini kuncinya ada di ketersediaan benih. Dengan pengawalan ketat akan dilakukan tanam di lahan kering, sebagian tumpang sisip dengan jagung, tebu dan kelapa sawit sebelum 4 tahun," jelas Yuris.

Terkait pasokan kedelai di pasar global, dia menjelaskan banyak negara yang selama ini memasok kedelai ke Indonesia, seperti Brasil dan negara Amerika Latin lainnya mengalami anomali cuaca sehingga gagal panen. Kondisi itu diperparah oleh terjadinya inflasi di Amerika Serikat yang menyebabkan harga kedelai mengalami lonjakan.

Kementerian Perdagangan memperkirakan harganya akan terus mengalami kenaikan hingga Mei 2022 yang bisa mencapai 15,79 dollar AS per bushel. Selanjutnya, akan terjadi penurunan pada Juli 2022 ke angka 15,74 dollar AS per bushel di tingkat importir.

Baca Juga: