JAKARTA - Menurut pengamat militer dari Indonesia Institute for Defense and StrategicStudies (Lesperssi), Beni Sukadis, ada tiga masalah utama dalam modernisasi alat utama sistem senjata Tentara Nasional Indonesia (Alutsista TNI). Pertama, kondisi kesiapan tempur TNI saat ini yaitu jumlah alat peralatan pertahanan dan keamanan (Alpahankam) dan amunisi.

"Perlu diketahui sebagian besar alpahankam yang sudah tua berakibat tidak bisa beroperasi secara optimal," kata Beni di Jakarta, Minggu (25/7).

Kedua, kata dia, minimnya bekal pokok prajurit untuk tempur dalam waktu lama dimana kemampuan bertahan cadangan pangan Indonesia pada tahun 2020 hanya untuk 21 hari. Dan yang ketiga,belum lagi kesiapan logistik BBM yang hanya beberapa minggu saja.

"Tentu ini menunjukkan betapa lemahnya kapabilitas pertahanan negara dalam menghadapi konflik di masa depan yang tidak bisa diperkirakan atau unpredictability," ujarnya.

Maka, kata dia, menyikapi masalah, Kementerian Pertahanan (Kemhan) dalam strategi pembiayaan investasi Alusista telah merencanakan strategi pembiayaan investasi alat utama pertahanan yaitu dengan menganggarkan 0,8% PDB yang sebenarnya telah berjalan belakangan ini untuk anggaran pertahanan setiap tahunnya selama 25 tahun ke depan.

Merencanakan jumlah anggaran pemenuhan Alpahankam prioritas periode 2020-2024 sebesar 125 miliar dollar AS dengan mengupayakan sumber pendanaan alternatif. Ini dilakukan guna meringankan beban keuangan negara.

"Keluarnya angka sebesar 125 miliar dollar AS untuk investasi pertahanan periode 2020-2044 bertujuan memenuhi kebutuhan alat pertahanan dan keamanan serta meningkatkan kesiapan Alpalhankam TNI secara signifikan," katanya.

Namun, menurut Beni, besaran itu hanya perkiraan kasar yang akan dibayar selama 20-25 tahun, karena kepastiaan anggaran itu akan ditentukan bersama antara Kemhan, Kemkeu, dan Bappenas. Hal yang juga krusial yaitu proses modernisasi Alutsista (Alpahankam) ini harus berlandaskan pada prinsip akuntabilitas dan tranparansi.

"Penegakan prinsip sebagai bentuk pengawasan masyarakat menjadi sebuah keharusan (tidak bisa ditawar) dilakukan oleh Kemhan, karena melibatkan jumlah anggaran negara yang sangat besar baik melalui pembiayaan luar negeri ataupun pembiayaan dalam negeri," kata Beni.

Baca Juga: