Kemenkes melaporkan selama kurun 2021-2022 kasus stunting di 28 provinsi mengalami penurunan sebesar 2,8 persen.

JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melaporkan penurunan angka kasus stunting (kekerdilan) nasional sebesar 2,8 persen pada kurun 2021-2022 terjadi di 28 provinsi.

"Ada tiga provinsi yang mengalami penurunan terbesar secara proporsi, yakni Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, dan Sumatra Selatan," kata Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan Syarifah Liza Munira dalam konferensi pers SSGI 2022 di Kantor Kemenkes, Jakarta Selatan, Jumat (27/1).

Dalam kurun 2021--2022, angka stunting di Kalimatan Selatan turun menjadi 24,6 persen dari 30 persen populasi anak di wilayah setempat, Kalimantan Utara dari 27 persen menjadi 22,1 persen, dan Sumatra Selatan dari 24,8 persen menjadi 18,6 persen.

Selain itu, intervensi pemerintah juga berhasil menekan laju stunting di sejumlah provinsi dengan populasi anak terbanyak, di antaranya Jawa Barat dari 24,5 persen menjadi 20,2 persen dan Jawa Timur 24,8 persen jadi 19,2 persen.

Dari laporan Kemenkes, terdapat enam provinsi yang mengalami peningkatan laju stunting dalam kurun yang sama, di antaranya Sulawesi Barat dari 33,8 persen jadi 35 persen, Papua dari 29,5 persen jadi 34,6 persen, NTB dari 31,4 persen jadi 32,7 persen, Papua Barat dari 26,2 persen jadi 30 persen, Sumatera Barat dari 23,3 persen jadi 25,2 persen, dan Kalimantan Timur dari 22,8 persen jadi 23,9 persen.

Syariah Liza mengatakan bentuk intervensi yang dilakukan Kemenkes dalam menekan laju stunting dilakukan melalui serangkaian program kerja, di antaranya skrining anemia, pemeriksaan kehamilan (ANC), dan pemantauan pertumbuhan balita.

Seperti diketahui, anemia yang dipicu kurangnya sel darah merah adalah salah satu indikasi bayi berisiko lahir stunting. Untuk itu, Kemenkes melakukan intervensi berupa pemberian tablet penambah darah bagi remaja putri dan ibu hamil, hingga pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil yang kekurangan energi kronis.

Kemenkes juga melakukan intervensi pemberian ASI eksklusif pada bayi, pemberian MPASI kaya protein hewani bagi anak usia di bawah 2 tahun, menerbitkan tata laksana balita kurang gizi, peningkatan cakupan dan perluasan imunisasi, dan edukasi kepada remaja oleh kementerian/lembaga lainnya.

"Seyogyanya hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) ini bukan untuk dijadikan rapot. Poin pentingnya adalah apa yang bisa dilakukan ke depannya, kemudian ada beberapa determinan yang mempengaruhi angka tersebut," ujarnya.

Angka stunting 2022 menurun 2,8 persen dibandingkan 2021, dari angka 24,4 persen menjadi 21,6 persen berdasarkan survei SSGI, dengan jumlah sampel sebanyak 334.848 bayi dan balita.

Pemerintah kembali memasang target penurunan laju stunting pada tahun ini hingga 17,8 persen, dan 2024 mencapai 14 persen.

Prioritas Bersama

Terpisah, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menyatakan bahwa gotong royong menjadi kunci utama dalam upaya penanganan permasalahan stunting.

"Gotong royong merupakan salah satu nilai dari Gerakan Nasional Revolusi Mental yang dapat menjadi kunci utama dalam penanganan stunting," kata Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan, dan Prestasi Olahraga Kemenko PMK Didik Suhardi dihubungi di Jakarta, Jumat.

Didik menjelaskan seluruh pemangku kepentingan hingga masyarakat perlu bergotong royong dan berperan aktif dalam upaya penanganan stunting agar targetpenurunan angka stunting menjadi 14 persen pada 2024 tercapai.

Dia menambahkan, upaya menurunkan prevalensi stunting perlu menjadi prioritas bersama guna menciptakan generasi unggul dan berkualitas.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menekankan pentingnya inovasi dalam percepatan penurunan kasus stunting, kekurangan gizi kronis yang menyebabkan pertumbuhan anak terganggu sehingga badannya menjadi tengkes.

Menko PMK mencontohkan, inovasi yang telah dijalankan dalam upaya percepatan penurunan stunting antara lain penyediaan alat USG di puskesmas dan alat ukur untuk memantau pertumbuhan bayi di posyandu.

Baca Juga: