SEOUL - Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, menetapkan lockdown di seluruh Kota Kaesong, dekat dengan perbatasan Korea Selatan, setelah ditemukan seseorang dengan gejala Covid-19. Penetapan lockdown itu dilaporkan oleh media setempat pada Minggu (26/7). Ini menjadi kasus virus korona pertama yang dikonfirmasi di Korea Utara.

Kantor Berita Pusat Korea, KCNA, mengatakan orang yang dicurigai Covid-19 itu adalah seorang pelarian yang melarikan diri ke Korea Selatan beberapa tahun lalu. Dia secara ilegal melintasi perbatasan ke Korea Utara awal pekan lalu. KCNA mengatakan sekresi pernapasan dan tes darah menunjukkan orang itu "diduga telah terinfeksi" dengan virus korona.

Orang dengan infeksi Covid-19 beserta orang-orang yang telah memiliki kontak fisik dengannya dibawa pemerintah ke Kaesong untuk melakukan karantina dan sudah berjalan lima hari terakhir ini.

Pemerintah Korea Utara telah melakukan beberapa upaya untuk melawan Covid-19 yang dinilainya sebagai "masalah nasional". Pada awal tahun, Korut telah menutup semua lalu lintas perbatasan, melarang turis asing, dan memobilisasi petugas kesehatan untuk mengarantina siapa pun yang memiliki gejala virus korona.

Tetapi, lockdown ini baru pertama kali dilakukan oleh pemerintah Korea Utara untuk melawan penyebaran Covid-19. Para ahli luar negeri mengatakan Covid-19 di Korea Utara dapat memberikan konsekuensi yang mengerikan karena infrastruktur perawatan kesehatan masyarakat negara buruk dan kurangnya pasokan peralatan medis di sana.

Kaesong adalah sebuah kota yang terletak tepat di utara perbatasan darat Korea Selatan yang dijaga ketat dan memiliki penduduk sekitar 200.000 orang. Kota ini pernah menjadi kompleks industri Korea Utara dan Korea Selatan yang dikelola bersama, tetapi mandek sejak 2016, setelah terjadi ketegangan nuklir di antara kedua negara.

Pada bulan lalu, Korut meledakkan kantor penghubung antar-Korea di Kaesong untuk memprotes kampanye aktivis Korea Selatan yang telah mengirim selebaran anti-Pyongyang yang melintasi perbatasan.

Pertemuan Darurat

Setelah ditemukan seorang yang mengalami gejala Covid-19, Kim langsung menggelar pertemuan darurat, Sabtu (25/7). Dalam pertemuan darurat Politbiro itu, Kim mengkritisi tentang longgarnya penjagaan di daerah perbatasan, tempat warga dengan gejala Covid-19 itu ditemukan.

Dalam pertemuan itu, Kim meminta dilakukan penyelidikan intensif terhadap unit militer yang bertanggung jawab atas kasus penyeberangan perbatasan dan membahas pemberian "hukuman berat" bagi yang lalai.

Lebih dari 33.000 warga Korea Utara telah melarikan diri ke Korea Selatan selama 20 tahun terakhir untuk menghindari kemiskinan dan penindasan politik, sebagian besar melalui perbatasan yang panjang dan bersinggungan dengan Tiongkok. Namun, jarang bagi seorang pelarian Korea Utara untuk kembali ke tanah air mereka dengan melintasi perbatasan antar-Korea yang bertabur ranjau.

Pemerintah Korea Selatan tidak memiliki komentar langsung tentang pengumuman yang dilakukan oleh Korea Utara tersebut. "Menyalahkan seorang pembelot yang diduga kembali karena membawa Covid-19 ke negara itu, kemungkinan dimaksudkan untuk mengalihkan kesalahan atas penyebaran virus dari Tiongkok dan Pyongyang dan ke Seoul," kata seorang profesor dari Universitas Ewha di Seoul, Leif-Eric Easley.

"Ini juga bisa menjadi taktik untuk meningkatkan tekanan diplomatik pada (Korea Selatan) dan berusaha untuk lebih lanjut mencegah Korea Utara dari membelot ke Korea Selatan," katanya. n AFP/P-4

Baca Juga: