JAKARTA - Dasar yang baik dipengaruhi oleh kepercayaan publik (public trust) atas pelayanan, kinerja, dan manfaatnya kepada masyarakat. Dalam dunia penegakan hukum juga harus memiliki public relation (PR) yang andal untuk membuat tren kepercayaan publik terjaga, konsisten, bahkan mengalami peningkatan dari hari ke hari.

Andal berarti mengerti tugas pokok dan fungsi (tupoksi), memahami hal yang terjadi pada setiap sudut institusi sampai pada tingkat daerah terkecil dan terluar, serta mampu mengantisipasi setiap gejala, gejolak dan gesekan yang terjadi dengan komunikasi.

Hal itu dikatakan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Ketut Sumedana saat memberikan kuliah siswa Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) dengan materi public speaking, dengan menerapkan protokol kesehatan di Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan, Jakarta, Kamis (18/8).

Menurutnya, gaya komunikasi harus memahami dengan baik kebutuhan institusi di mana tidak semua putusan bisa di-publish menjadi konsumsi media, sebab ada hal kecil yang terkadang dampaknya sangat besar dan luar biasa, serta adapula hal yang terlihat besar tetapi tidak menimbulkan ekses apapun. Untuk itu, perlu dilakukan analisis pada setiap pemberitaan yang mengandung makna perkembangan tren yang terjadi.

Ketut yang juga penulis bukuBale Mediasi Dalam Pembaruan Hukum Nasional dan Mediasi Penal Dalam Sistem Peradilan Berbasis Nilai - Nilai Pancasila mengatakan, institusi besar seperti Kejaksaan harus memiliki humas atau Pusat Penerangan Hukum (Puspenkum) yang andal dan tidak saja cerdas dalam berbicara, namun juga harus mempunyai kepekaan intelijensia.

"Posisi kehumasan sangat memegang peranan untuk membangun suatu institusi menjadi besar atau bahkan merosot," kata dia.

Jaksa Agung ST Burhanuddin adalah simbol kebebasan mengeksplorasi setiap kinerja yang harus diketahui publik dan cepat merespons permasalahan di lapangan.

Jaksa Agung juga, sangat menghargai inovasi, kreativitas, dan inisiatif pemberitaan yang berani menampilkan Kejaksaan dalam format tidak kaku dan tidak konservatif, tetapi lebih pada modernisasi tampilan dan kekinian.

"Bahkan beliau berpesan kita juga membutuhkan agen-agen perubahan Kejaksaan yang modern, membumi dan adaptif, sehingga Kejaksaan saat ini dan di masa mendatang dapat hadir yang tidak saja dikenal dari sisi penindakannya tetapi juga terobosan hukum yang menciptakan hukum responsif atas kebutuhan hukum masyarakat," kata lulusan Doktor terbaik di Universitas Mataram (Unram) tersebut.

Puspenkum Kejaksaan Agung harus mampu menerjemahkan kebebasan tersebut sebagai kebutuhan organisasi yang berimplikasi terhadap kepentingan publik. Ketika ada program yang menyangkut kepentingan orang banyak dan humanis, maka publikasi harus masif, gencar, cepat dan akurat.

Ketut yang juga mantan penyelidik, penyidik dan penuntut di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, kecerdasan dalam mengelola isu dan manajemen permasalahan adalah suatu kunci dalam membangun public trust.

"Pemanfaatan teknologi digital sebagai sarana pendukung dalam melakukan transformasi pemberitaan, dan tentu saja sumber daya manusia yang andal adalah penyangga kecepatan, ketepatan dan akurasi menjadikan publikasi semakin menarik untuk diolah menjadi konsumsi media dan public," katanya.

Dalam mempublikasi suatu pemberitaan, tidak boleh bersifat prediktif, kamuflase, seandainya, suatu saat, akan, dan kurun waktu yang prediktif lainnya. Bahkan suatu berita juga tidak boleh usang, terlampau lama, kaku, terformat, dan basi.

"Pemberitaan yang dirilis oleh Puspenkum Kejaksaan Agung harus real, update, kekinian, tentu dengan berbagai media dan metode," kata dia yang juga pernah menjabat Aspidus Kejati Jateng dan Wakajati Bali.

Di era yang serba digital saat ini, dimudahkan dengan bisa kerja di mana dan kapan saja, serta hampir tidak ada sekat antara jarak, waktu, dan tempat.

Pengajar aktif di Badiklat Kejaksaan RI, nara sumber berbagai instansi seperti Dirjen Pajak, PPATK, Wantanas dan Depkumham itu mengatakan, semua serba transparan, terbuka dan objektif sehingga bisa viral dalam artian negatif atau positif, dan berubah begitu cepat. Untuk itu, kehati-hatian dan kewaspadaan adalah kunci dalam menggunakan media sosial, media massa, media mainstream dan jenis media lainnya.

"Sekali lagi, hal yang menentukan pasar itu adalah diri sendiri tentang metode kita dalam menawarkan, mengemas, mengomunikasikan, dan mempublikasikan dengan baik dan benar sesuai dengan selera dan kebutuhan pasar saat ini," kata Ketut.

Baca Juga: