Pemerintah perlu meningkatkan kapasitas dan produktivitas UMKM, bukan memacu pertumbuhannya karena jumlahnya sudah sangat banyak.

JAKARTA - Pertumbuhan jumlah usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Tanah Air harus sebanding dengan peningkatan kapasitasnya. Karena itu, pemerintah harus membuat gebrakan baru agar UMKM bisa naik kelas. Tanpa itu, daya saing UMKM lemah sehingga sulit berekspansi.

Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengatakan semakin banyak pelaku usaha menengah menjadi besar seharusnya jumlah UMKM secara angka makin mengecil. "Jadi konsepnya tidak meningkatkan UMKM, tetapi mendorong UMKM naik kelas," tegasnya kepada Koran Jakarta, Minggu (18/2).

Salah satu caranya, menurut Nailul, bisa melalui kebijakan fiskal dengan memberikan berbagai insentif sehingga membuka kesempatan UMKM naik kelas. "Insentif yang perlu dilakukan insentif yang berhubungan dengan pendanaan. Insentif pajak yang sekarang dilakukan tidak optimal. Mereka lebih butuh insentif yang berhubungan dengan modal," ujarnya.

Huda menjelaskan insentif melalui kredit usaha rakyat (KUR) bisa lebih dimasifkan, ditambah lagi insentif permodalan yang diberikan langsung oleh pemerintah. "Namun dengan catatan bagi UMKM yang mau naik kelas, bukan UMKM yang memang stigmanya udah stack jadi pelaku mikro atau kecil," ungkapnya.

Senada, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, menilai pemerintah jangan hanya mengutamakan pertumbuhan UMKM. Sebab, saat ini jumlah UMKM sudah banyak, mencapai 64 juta.

"Tetapi yang terpenting adalah peningkatan kapasitas UMKM, kenapa karena UMKM sudah nyata kontribusinya membuka lapangan pekerjaan paling banyak, tetapi UMKM penyumbang pajak terkecil dibandingkan usaha besar," ujarnya.

Sebagian UMKM, kata Esther, merupakan sektor informal yang tidak punya legalitas. Dengan mendorongnya menjadi besar maka UMKM akan mempunyai legalitas dan menyumbang pajak lebih besar.

Terobosan Baru

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE), Mohammad Faisal, mengatakan Indonesia membutuhkan gebrakan baru terkait kebijakan fiskal untuk mendongkrak pertumbuhan UMKM. "Harusnya ada banyak terobosan yang diberikan dari sisi fiskal untuk mendorong pertumbuhan UMKM," ujar Faisal.

Menurut Faisal, banyak program yang mendorong produktivitas ketimbang jumlah UMKM haruslah ditingkatkan karena memiliki peran dominan membentuk ekonomi Indonesia.

Faisal pun menyayangkan kebijakan yang bersifat kontraproduktif terhadap UMKM, seperti kenaikan pajak terhadap UMKM. Bagi UMKM yang belum sempat tumbuh, kebijakan tersebut justru memberikan beban yang lebih besar. "Ini yang justru malah kontraproduktif terhadap pertumbuhan UMKM," kata Faisal.

Dia menilai perlu adanya pembauran kebijakan lintas kementerian/lembaga. Kalau berbicara mengenai UMKM, kata Faisal melanjutkan, maka tidak cukup hanya berbicara mengenai masalah pembiayaan.

Faisal mengingatkan kebutuhan para pelaku UMKM saat ini adalah kebijakan sektorial yang sifatnya mendampingi UMKM agar bisa naik kelas, serta bisa mempertahankan bisnisnya di platform daring maupun luring.

Dengan demikian, kata Faisal, pemerintah dapat membantu produktivitas mereka. "Termasuk juga kemudahan perizinan, kemudahan dalam perpajakan, dan akses terhadap pasar," kata Faisal.

Faisal menilai penurunan impor bahan baku/ penolong serta barang modal merupakan indikasi menurunnya produktivitas masyarakat Indonesia.

Penurunan impor tersebut terdapat di dalam Berita Statistik Januari 2024, yang menunjukkan nilai impor pada Januari 2024 mencapai 18,51 miliar dollar AS, atau turun 3,13 persen dibanding Desember 2023 yang mencapai 19,1 miliar dollar AS.

Baca Juga: