JAKARTA - Kanker lambung merupakan salah satu penyakit kanker yang perlu diwaspadai. Menurut data Globocan 2020, angka kejadian kanker lambung dunia pada 2020 mencapai lebih dari 1 juta kasus. Rinciannya 369.580 kasus pada wanita dan 719.523 laki-laki.

Kanker lambung erat dengan apa yang dimakan seseorang. Menurut beberapa penelitian dalam decade-dekade terakhir menunjukkan adanya hubungan antara sejumlah jenis makanan dan nutrisi terhadap risiko terhadap kesehatan, termasuk kanker lambung.

Ketua Yayasan Kanker Indonesia Aru Sudoyo mengatakan, "Pada awalnya, kanker lambung sering disangka sebagai sakit mag biasa sehingga sebagian besar pasien datang terlambat dan sudah pada stadium lanjut." Dia mengatakan pada Webinar Media bertajuk "Gaya Hidup Masa Kini: Waspada Kanker Lambung Mengintai Anda!" Rabu (10/2).

Aru menyarankan masyarakat perlu lebih waspada bahwa terhadap gejala kanker lambung. Pasalnya pasien kanker ini mayoritas datang ke dokter pada stadium lanjut yaitu 3-4 sehingga masalahnya menjadi lebih sulit ditangani, karena kanker sudah menyebar ke bagian lain seperti hati, peritoneum, hati dan tulang.

"Umumnya orang mengira kanker lambung dengan mag. Padahal kalau mag biasanya setelah makan gejala sakit akan berkurang. Tapi kalau kanker lambung akan menjadi semakin sakit. Berat badan berkurang badan akan terasa lemas, mual dan muntah dengan atau tanpa darah," ujar dia.

Yang perlu diwaspadai oleh masyarakat terkait dengan kanker lambung adalah jika adanya nyeri abdomen yaitu nyeri perut atau abdomen yang awalnya terasa ringan. Semakin lama nyeri semakin berat sampai tak tertahankan.

Ia memaparkan, kanker lambung disebabkan oleh adanya sel-sel kanker yang tumbuh di dalam lambung menjadi tumor, dan biasanya tumbuh perlahan selama bertahun-tahun dan kebanyakan diderita oleh pasien berusia 60-80 tahun.

Beberapa hal dapat meningkatkan risiko kanker lambung, diantaranya bakteri Helicobacter pylori, metaplasia usus, atrophic gastritis kronis, anemia pernisiosa, ataupun polip lambung, dan juga kebiasaan merokok, obesitas, makanan yang diproses atau diasinkan, dan genetika.

"Secara genetik, penyebab meningkatnya risiko kanker lambung adalah jika ibu, ayah, kakak atau adik memiliki kanker gaster, golongan darah A, Li-fraumeni syndrome, familial adenomatous polypsis (FAP) dan hereditary nonpolyposis colon cancer," jelas Aru Sudoyo.

Menurut Aru faktor-faktor risiko terkena kanker hanya 5-10 persen yang diakibatkan oleh faktor genetika, sedangkan 90-95 persen lebih disebabkan oleh faktor lingkungan yang meliputi diet (30-35 persen), rokok (25-30 persen), infeksi (15-20 persen), obesitas (10-20 persen), alkohol (4-6 persen) dan lain-lain (10-15 persen).

Ia menyarankan agar memperhatikan bahan makanan seperti olahan dan tinggi garam, kurang konsumsi buah dan sayur, kurang berolahraga, kelebihan berat badan atau obesitas, merokok dan minum alkohol. "Dengan demikian, kanker dapat dicegah dengan pola hidup sehat dan melakukan deteksi dini kanker," ujar Aru Sudoyo.

General Manager Taiho Pharma Singapore PTE. LTD. Jakarta Representative Office dr Ervina Hasti Widyandini mengatakan, diagnosis dan terapi pada stadium dini tentunya diharapkan. Langkah ini bermanfaat dalam menekan tingkat keparahan dan prognosis yang lebih baik ketimbang bila dideteksi dan diterapi ketika sudah masuk stadium lanjut.

Taiho berperan dalam mengembangkan terapi terkini kanker lambung. Usaha yang dilakukan diharapkan dapat memberikan dukungan dan harapan yang lebih baik bagi pasien dan penyintas kanker, serta keluarga dan dokter yang merawat.

"Kami secara aktif bekerjasama dengan YKI untuk memberikan dukungan psikososial bagi pasien Kanker Lambung maupun keluarga pasien melalui edukasi nutrisi dan pola makan pasien dan penyintas kanker, serta layanan informasi medis dan pharmacovigilance," ujar dia. Hay/G-1

Baca Juga: