Perhatian pemerintah terhadap UMKM/ IKM tidak hanya terkait TKDN semata, tetapi juga relaksasi pembiayaan sehingga mereka kompetitif.

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melaporkan hingga saat ini, terdapat 30.233 produk lokal dengan nilai tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dan masih berlaku. Bahkan sebanyak 19.216 produk di antaranya memiliki nilai TKDN di atas 40 persen.

"Data TKDN ini terbuka bagi publik, siapa pun dapat mengakses bahkan mengunduhnya melalui situs tkdn.kemenperin.go.id secara bebas. Data TKDN ini juga telah diinterkoneksikan dengan beberapa platform milik pemerintah, seperti e-Katalog LKPP, dan beberapa platform lainnya yang masih dalam tahap proses interkoneksi," tandas Menteri Perindustrian, Agus Guniwang Kartasasmita, di Jakarta, Selasa (29/11).

Menperin berharap, ke depannya makin banyak platform lainnya milik pemerintah atau badan usaha yang dapat memanfaatkan data TKDN di Kemenperin, serta terinterkoneksi dengan sistemnya. Hal itu untuk memudahkan dan mempercepat implementasi P3DN dalam belanjanya.

Menperin mengemukakan, sejak 2019, Kemenperin membuat nota kesepahaman (MoU) dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), salah satu poinnya adalah integrasi data. Jadi, nilai TKDN secara otomatis terhubung dengan produk yang tayang di e-Katalog yang telah memiliki sertifikat TKDN.

"Selain itu, beberapa waktu lalu, kami telah berkoordinasi dengan LKPP dan saat ini di e-Katalog LKPP telah tersedia etalase TKDN melalui katalog elektronik sektoral Kemenperin," ujar Agus.

Lebih lanjut, produk dalam negeri yang sudah memiiki sertifikat TKDN, dapat mendaftarkan produknya ke dalam katalog elektronik LKPP melalui etalase TKDN. Namun, tak semua produk dalam negeri dengan TKDN masuk ke etalase ini, karena untuk beberapa produk ada yang harus masuk dalam etalase lain, seperti misalnya produk alat kesehatan dan farmasi yang wajib masuk dalam katalog elektronik sektoral Kementerian Kesehatan.

Kemenperin, kata dia telah melakukan sejumlah terobosan untuk meningkatkan TKDN. Hal itu di antaranya dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 43 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penunjukan Lembaga Verifikasi Independen dan Pengenaan Sanksi Adminstratif dalam rangka Penghitungan dan Verifikasi Besaran Nilai TKDN dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP).

Selain itu, Kemenperin juga menerbitkan Permenperin Nomor 46 Tahun 2022 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai TKDN untuk Industri Kecil. Permenperin ini lahir selain sebagai upaya percepatan sertifikasi TKDN, juga sebagai bentuk dukungan terhadap amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan melaksanakan arahan Presiden melalui Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2022.

UU Cipta Kerja tersebut menegaskan pemerintah pusat dan daerah diminta megalokasikan minimal 40 persen belanjanya untuk UMK dan Koperasi dari hasil produksi dalam negeri. Dengan bertambahnya jumlah industri kecil yang tersertifikasi TKDN, harapannya UMK dan Koperasi tidak lagi menjual produk impor, melainkan hanya menjual produk industri kecil dengan sertifikasi TKDN.

Permudah IKM

Dengan adanya sertifikasi TKDN untuk industri kecil, diharapkan pula industri kecil dapat mengikuti tender dan mendapatkan preferensi harga.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad berharap perhatian terhadap UMKM/ IKM ini tidak hanya terkait TKDN semata, tetapi juga relaksasi pembiayaan sehingga mereka kompetitif.

"Perlu ada kemudahan terhadap akses perbankan supaya kapasitas usahanya terus meningkat. Dengan itu produk produk mereka bisa bersaing dan lebih sustain," pungkasnya.

Baca Juga: