JAKARTA - Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, mengumumkan pemerintahannya menyiapkan investasi senilai 2,4 miliar dollar Kanada atau setara 28 triliun rupiah untuk mempercepat pengembangan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

"Pengumuman ini adalah sebuah investasi besar untuk masa depan kita, masa depan para pekerja dalam memastikan bahwa setiap industri dan setiap generasi memiliki alat untuk sukses dan sejahtera dalam perekonomian di kemudian hari," kata Trudeau dikutip dari Global News, Senin (8/4).

Seperti dikutip dari Antara, investasi ini akan dialokasikan untuk beberapa target guna memajukan pertumbuhan industri dan teknologi AI sekaligus meningkatkan produktivitas bisnis.

Mayoritas dari dana investasi itu, sebesar dua miliar dollar Kanada (23 triliun rupiah), akan dialokasikan untuk peningkatan infrastruktur komputer maupun teknologi.

Sementara itu, 200 juta dollar Kanada (2,3 triliun rupiah) akan diinvestasikan kepada perusahaan rintisan di bidang AI untuk mengembangkan teknologi tersebut di sektor penting, di antaranya pelayanan kesehatan, agrikultur, hingga manufaktur.

Kemudian, 50 juta dollar Kanada (584 miliar rupiah) digunakan untuk membantu pelatihan para tenaga kerja yang lapangan pekerjaannya terganggu oleh kehadiran teknologi itu, sedangkan dana lainnya dimanfaatkan untuk membantu perusahaan kecil dan menengah dalam mengadopsi penggunaan AI.

"AI akan membantu kami membangun masa depan yang lebih adil dengan lebih banyak pekerjaan, lebih banyak pertumbuhan, dan bahkan lebih banyak rumah. Itulah yang kami fokuskan. Keadilan untuk setiap generasi," kata Trudeau.

Alami Peningkatan

Menurut survei yang dilakukan Leger, penggunaan AI di Kanada mengalami peningkatan meskipun terdapat kekhawatiran mengenai ancaman dari teknologi itu.

Hasil survei yang dirilis pada bulan Februari itu menemukan bahwa 30 persen penduduk Kanada telah menggunakan AI atau meningkat 25 persen dibandingkan satu tahun lalu.

Trudeau mencatat bahwa industri inovasi dan teknologi merupakan sektor dengan bayaran tertinggi di negara itu. Selain itu, permintaan untuk tenaga kerja dengan keterampilan AI juga meroket pada tahun lalu karena perlombaan global untuk memanfaatkan teknologi tersebut semakin intens.

Sebelumnya, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF), Kristalina Georgieva, mengatakan AI akan berdampak pada 40 persen pekerjaan di seluruh dunia pada tahun-tahun mendatang.

"Selama beberapa tahun ke depan, rata-rata 40 persen pekerjaan secara global akan terkena dampak AI," kata Georgieva di Center for Global Development di Washington DC.

Menurut Sputnik, di negara-negara maju, jumlah pekerjaan yang terkena dampak AI akan mencapai 60 persen, sementara di negara-negara berpendapatan rendah hanya 26 persen.

Georgieva menjelaskan perbedaan tersebut disebabkan negara-negara berpendapatan rendah mempunyai lapangan kerja lebih sedikit. "Risiko meningkatnya kesenjangan antarnegara dan lintas negara sangatlah nyata," katanya.

Georgieva menekankan dampak AI terhadap pasar tenaga kerja akan sangat besar. Hal itu akan memungkinkan beberapa pekerjaan meningkat, tapi banyak di antaranya akan hilang.

Baca Juga: