Kalibrasi kebijakan dilakukan mengingat besarnya gejolak dan efek dari perang antara Ukraina dan Russia belum terukur secara detail, sehingga pemerintah berusaha menyiapkan penyangga.

JAKARTA - Konflik yang masih terus terjadi antara Russia dan Ukraina mendorong peningkatan ketidakpasian ekonomi global yang dapat berimbas ke perekonomian nasional. Karena itu, pemerintah menyiapkan kalibrasi kebijakan dalam rangka menghadapi dampak konflik antara Ukraina dan Russia kepada Indonesia.

"Kita tidak tahu volatilitasnya akan sampai di mana, tapi pemerintah sudah bersiap, buffer-nya sudah disiapkan sejak sekarang," kata Staf Ahli bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Kementerian Keuangan Wempi Saputra forum investor di Jakarta, Kamis (17/3).

Wempi menjelaskan kalibrasi kebijakan dilakukan mengingat besarnya gejolak dan efek dari perang antara Ukraina dan Russia belum terukur secara detail, sehingga pemerintah berusaha menyiapkan penyangga. Kalibrasi kebijakan tersebut termasuk mengenai cara untuk menutupi atau menanggulangi jika konflik Ukraina dan Russia berdampak negatif bagi Indonesia.

Tak hanya itu, kalibrasi kebijakan juga dilakukan untuk mempersiapkan adanya potensi dampak positif dari perang Ukraina dan Russia bagi Indonesia, sehingga dapat dimanfaatkan untuk persiapan di masa yang lebih sulit. Sejauh ini, dampak konflik antara Russia dan Ukraina telah terlihat dari adanya peningkatan inflasi dan gangguan suplai energi di tingkat global.

Wempi menuturkan dalam konteks jangka pendek satu sampai dua bulan ke depan pemerintah mewaspadai dampak dari suplai akibat proses ekspor dan impor yang terganggu. "Kita cek apa mungkin dari komoditas seperti gandum atau bahan semikonduktor seperti paladium dan harga energi," ujarnya.

Dia mengatakan yang paling sensitif adalah kenaikan harga minyak dunia yang mencapai di atas 100 dollar AS per barel sehingga berpotensi memberikan dampak pada subsidi serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Sementara untuk harga pangan, Wempi mengatakan pihaknya terus berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian untuk melakukan kalibrasi terhadap kebutuhan domestik.

"Tentunya, akan ada shock barangkali yang kita perkirakan dalam tiga sampai empat bulan ke depan," tegasnya.

Dia memastikan pemerintah sudah melakukan komunikasi-komunikasi dan mencari alternatif-alternatif kebijakan untuk pengadaan bahan pangan dan ketersediaan bagi domestik.

Pangkas Proyeksi

Pada kesempatan lain, Bank Indonesia (BI) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 4,4 persen menjadi 4,2 persen akibat konflik Russia dan Ukraina. Bahkan, kalau konflik masih terus berlanjut, pertumbuhan ekonomi global bisa berada di level 3,8 persen.

"Lagi-lagi ini tergantung pada seberapa lama eskalasi ini berlanjut," ucap Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur BI, di Jakarta, Kamis (17/3).

Eskalasi ketegangan geopolitik yang diikuti dengan pengenaan sanksi berbagai negara terhadap Russia mempengaruhi transaksi perdagangan, pergerakan harga komoditas, dan pasar keuangan global, di tengah penyebaran Covid-19 yang mulai mereda.

Perry menyampaikan pertumbuhan berbagai negara, seperti Eropa, Amerika Serikat (AS), Jepang, Tiongkok, dan India pun berpotensi lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.

Baca Juga: