Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menjanjikan pihaknya akan melakukanmonitoringdan evaluasi penyaluran Bahan Bakar Minyak bersubsidi untuk nelayan skala kecil. Moeldoko menjelaskan yang dimaksud dengan nelayan skala kecil adalah nelayan yakni mencari ikan dengan kapal di bawah 10grosstonnase(GT).
Hal tersebut disampaikan di acara penandatanganan nota kesepakatan tersebut di Gedung Bina Graha, Jakarta, Selasa. Hal itu berjalan setelah menyusul setelah ditandatanganinya nota kesepakatan penyederhanaan prosedur penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyampaikan dengan adanya nota kesepakatannya ini, diharapkan akses nelayan kecil mendapat BBM subsidi lebih terbuka dan lebih mudah.
Moeldoko menjelaskan Kantor Staf Presiden tentu akan melakukanmonitoringdan evaluasi di lapangan terkait dengan penyaluran Bahan Bakar Minyak bersubsidi untuk nelayan skala kecil.
Sebelumnya Kantor Staf Presiden menginisiasi kesepakatan penyederhanaan prosedur penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan, antara kementerian/lembaga terkait bersama enam pemerintah daerah.
Kesepakatan ini menjawab persoalan nelayan dengan kapal di bawah 10 GT yang kesulitan mengakses BBM bersubsidi.
Kesepakatan tersebut melibatkan Kementerian ESDM, BPH Migas, PT Pertamina Persero, dan enam pemerintah daerah yakni Provinsi Kepulauan Riau, Kota Medan, Kota Bitung, serta Kabupaten Maluku Tengah, Cilacap, dan Sukabumi.
"BPH Migas menyebut serapan kuota BBM bersubsidi untuk nelayan masih kecil. Nah, ini kan tidak sinkron karena itu KSP menginisiasi kesepakatan tersebut," kata dia.
Berdasarkan hasil verifikasi lapangan KSP, Moeldoko menyebut salah satu kendala yang dihadapi nelayan dalam mengakses BBM subsidi adalah hambatan administrasi. Nelayan harus memiliki surat rekomendasi yang di dalamnya berisi banyak syarat lampiran.
Ia mencontohkan Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan Kapal (STBLKK), lampiran salinan bukti pencatatan kapal dengan menunjukkan aslinya, lampiran salinan Surat Laik Operasi (SLO), dan estimasi sisa minyak solar yang ada di kapal.
"Hasil survei Kusuka 2020, 78 persen nelayan mengalami kesulitan memperoleh surat rekomendasi karena belum bisa melengkapi lampiran-lampiran itu. Kondisi ini yang membuat nelayan tidak bisa membeli BBM subsidi. Padahal BBM merupakan komponen terbesar bagi nelayan untuk bisa melaut," ujarnya.
Pada kesempatan itu, Moeldoko juga menekankan pentingnya kementerian/lembaga mempercepat penerbitan Kartu Pelaku Usaha Bidang Kelautan dan Perikanan (Kusuka). Sebab, di dalam Kusuka sudah terdapat data-data nelayan yang bisa menjadi pedoman untuk penentuan dan pengalokasian BBM bersubsidi.
"Ini tidak hanya mengoptimalkan penyerapan kuota BBM bersubsidi, tapi penyalurannya juga akan tepat sasaran. Kusuka ituby name by address, NIK (Nomor Induk Kependudukan), dan ukuran kapalnya juga terdata di kartu," katanya