Usia pasien 0-5 ­tahun. Kini mereka tengah dirawat di RSCM Jakarta. Ini belum tentu dari obat sirop.

TANGERANG - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tangerang menemukan enam anak usia 0-5 tahun mengalami gangguan ginjal akut. Informasi ini disampaikan Kepala Bidang (Kabid) Pelayanan Kesehatan Dinkes Kabupaten Tangerang, Faridzi Fikri, Selasa (25/10).

Dia mengatakan terdeteksinya pasien gangguan ginjal akut ini berdasarkan informasi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, tempat keenam anak tersebut menjalani perawatan secara intensif."Kita memang ada kasus gangguan ginjal akut. Bahkan, di RSCM sejak Agustus lalu sudah ada enam pasien, tetapi penyebabnya belum terbukti dari obat sirop," katanya.

Menurut Faridzi, dari enam pasien yang terdeteksi mengalami gangguan ginjal akut, berasal dari beberapa kecamatan Kabupaten Tangerang. Mereka dari Kecamatan Balaraja, Cikupa, Curug, Mauk, Teluknaga, dan Sepatan. "Usia mereka ada yang lima tahun. Ada satu anak usia dua tahun dan empat anak lagi usia satu tahun. Mereka berasal dari enam kecamatan tersebut," ujarnya.

Kendati demikian, Faridzi belum bisa memastikan bahwa keenam pasien penderita gangguan ginjal akut disebabkan kandungan obat sirop. Sebab banyak faktor yang bisa menyebabkan penyakit tersebut.

"Jadi, saya tegaskan bahwa kasus belum tentu disebabkan obat sirop karena faktornya banyak. Bisa karena infeksi, virus, dan sebagainya," tuturnya.

Dia menambahkan dalam upaya mengantisipasi kasus gangguan ginjal akut, Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang telah menarik peredaran lima jenis produk obat cair atau sirop yang direkomendasikan BPOM. Ini sesuai dengan instruksi dari Kementerian Kesehatan. "Untuk lima jenis obat sudah ditarik dari semua faskes karena tidak boleh diedarkan lagi," tandasnya.

KDRT

Sementara itu, Kabupaten Tangerang juga tengah sibuk menangani "penyakit" lain yaitu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Menurut Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Tangerang, Asep Suherman, ada 38 kasus KDRT sepanjang tahun ini. Ini lebih sedikit dari tahun lalu yang mencapai 50 kasus.

Menurut Asep, kasus KDRT yang ditanganinya dari tahun ke tahun dipicu permasalahan komunikasi pasangan sampai dengan faktor ekonomi. Selain itu, lanjutnya, dari 38 kasus KDRT tersebut ditemukan kekerasan fisik dan psikis terhadap perempuan. Untuk kekerasan fisik terdapat 24 kasus. Kekerasan psikis ada 12 kasus, tetapi dari catatan ini mereka jarang melapor.

Kendati demikian, DP3A Kabupaten Tangerang bersama stakeholder terkait telah memberi pendampingan korban-korban KDRT dengan cara memulihkan trauma serta mediasi penyelesaian masalah. Penanganan lebih ke mediasi. Biasanya dua kali mediasi, masalahnya bisa selesai.

Asep menambahkan, dalam upaya meminimalkan kasus KDRT Kabupaten Tangerang, kini telah membuka aplikasi Sisabar. Ini sebagai wadah pelayanan pelaporan masyarakat tanpa mengungkap ke publik. Dalam pelayan juga terdapat bantuan konsultasi psikologi bagi korban.

Baca Juga: