YANGON - Panglima militer Myanmar pada Jumat (19/8) pekan lalu mengatakan bahwa junta terbuka untuk berunding dengan pemimpin terguling Aung San Suu Kyi untuk mengakhiri krisis yang dipicu oleh kudeta, setelah sesi persidangannya di pengadilan yang dijalankan junta rampung.

"Setelah proses hukum terhadapnya secara hukum selesai, kami akan mempertimbangkan (negosiasi) dan semuanya tergantung pada tanggapannya," kata Min Aung Hlaing dalam sebuah pernyataan.

Suu Kyi, 77 tahun, telah ditahan sejak para jenderal menggulingkan pemerintahannya dalam kudeta pada 1 Februari tahun lalu, mengakhiri periode singkat demokrasi di Myanmar. Suu Kyi sejauh ini telah dipenjara selama 17 tahun karena sejumlah tuduhan yang menurut kelompok hak asasi bermotivasi politik.

Suu Kyi menghadapi puluhan tahun hukuman penjara jika dinyatakan bersalah atas sejumlah tuduhan lain yang didakwakan terhadapnya di pengadilan tertutup junta. Wartawan dilarang menghadiri persidangan, pengacaranya dibungkam untuk berbicara kepada media dan junta tidak memberikan indikasi kapan persidangannya akan selesai.

Pada Juli lalu, seorang juru bicara junta mengatakan kepada AFP bahwa bukan tidak mungkin bahwa rezim akan berdialog dengan Suu Kyi untuk menyelesaikan kekacauan yang dipicu oleh perebutan kekuasaan militer tahun lalu.

"Kami tidak bisa mengatakan bahwa (negosiasi dengan Suu Kyi) tidak mungkin," kata Zaw Min Tun.

Suu Kyi tetap menjadi sosok yang dihormati secara lokal karena penentangannya yang berani terhadap junta sebelumnya, meskipun reputasi internasionalnya ternoda setelah ia memenangkan pemilu 2015 dan memerintah dalam kesepakatan pembagian kekuasaan dengan para jenderal.

Tetapi bagi mereka yang saat ini terlibat dalam pertempuran dengan militer, banyak yang mengatakan bahwa gerakan mereka harus melangkah lebih jauh dari apa yang pernah dipimpin oleh peraih Nobel itu.

Para pembangkang akhir pekan lalu mengatakan tujuan mereka sekarang iniadalah untuk secara permanen mencabut dominasi militer dari politik dan ekonomi negara itu.

Diplomasi Terhenti

Sementara itu upaya diplomatik oleh 10 negara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Asean), di mana Myanmar adalah salah satu anggotanya, sejauh ini gagal menghentikan pertumpahan darah.

Tahun lalu, Asean menyetujui konsensus lima poin yang menyerukan penghentian kekerasan dan dialog konstruktif, tetapi junta sebagian besar mengabaikannya.

Pekan lalu, utusan khusus PBB untuk Myanmar, Noeleen Heyzer, melakukan perjalanan pertamanya ke negara itu sejak diangkat tahun lalu dan bertemu dengan kepala junta Min Aung Hlaing dan pejabat tinggi militer lainnya.

Tapi dia ditolak bertemu dengan Suu Kyi dan kelompok hak asasi mengatakan mereka memiliki sedikit optimisme bahwa kunjungannya untuk membujuk militer agar mau mengakhiri tindakan keras berdarahnya dan terlibat dalam dialog dengan penentang kudetanya. AFP/I-1

Baca Juga: