Pasukan junta di Myanmar telah menahan sejumlah petugas medis yang bertugas di klinik yang dikelola gereja di Loikaw. Tindakan itu menambah panjang daftar kekejaman yang dilakukan oleh militer Myanmar.

YANGON - Militer Myanmar telah menahan 18 petugas medis karena mereka merawat para pasien anggota organisasi-organisasi teroris. Informasi ini dilaporkan surat kabar milik negara pada edisi Rabu (24/11).

Pasukan militer melancarkan penangkapan pada petugas medis pada Senin (22/11) dalam penggerebekan ke sebuah klinik amal yang dikelola gereja di Loikaw di Kayah, negara bagian di kawasan timur. Di gereja itu, pasukan junta mendapati 48 pasien sedang dirawat. Tujuh diantaranya menderita Covid-19.

"Diketahui bahwa orang-orang yang luka dan para pasien dari organisasi-organisasi teroris diberi perawatan medis secara tidak resmi," tulisGlobal Light of Myanmar, surat kabar yang merupakan corong junta, tanpa menyebutkan nama-nama organisasi teroris yang dimaksud.

Global Light of Myanmarmelaporkan bahwa ke-18 petugas medis yang ditahan akan diadili sesuai undang-undang yang berlaku.

Beberapa di antara empat dokter, empat perawat, dan empat asisten perawat yang ditangkap di gereja itu sebelumnya didakwa menghasut orang-orang untuk tidak menjalankan tugas, menurut laporan tersebut.

Sistem layanan kesehatan di Myanmar nyaris ambruk setelah militer pada 1 Februari menggulingkan pemerintahan terpilih. Banyak petugas medis ikut serta dalam gerakan pembangkangan oleh masyarakat sipil.

Desakan PBB

Sementara itujuru bicara Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Stephane Dujarric, pada Selasa (23/11) mengatakan bahwa organisasi dunia itu sangat prihatin dengan meningkatnya penangkapan yang sewenang-wenang di Myanmar sekaligus menekankan bahwa penangkapan itu harus dihentikan.

"Kami juga amat prihatin atas serangan baru-baru ini terhadap kantor Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) dan penahanan sewenang-wenang beberapa anggota pemerintahan termasuk presiden dan penasihat negara," kata Dujarric

Dujarric menambahkan bahwa keprihatinan PBB terus berlanjut atas tindakan keras yang intensif dan perlakuan buruk terhadap tahanan, termasuk meningkatnya laporan kekerasan seksual oleh militer.

"Laporan yang dapat dipercaya menunjukkan sedikitnya 175 orang tewas selagi berada dalam tahanan sejak Februari tahun ini," ungkap dia. "Jumlah itu termasuk 50 kematian dalam tahanan yang dilaporkan sejak awal Oktober saja dan banyak jasad menunjukkan tanda-tanda penganiayaan atau penyiksaan," imbuh Dujarric seraya menegaskan kembali seruan PBB tentang pembebasan semua tahanan dan penghentian kekerasan di semua pihak. SB/Ant/VoA/I-1

Baca Juga: