Pemimpin junta menawarkan solusi politik ke kelompok etnis bersenjata yang melawan militer di seluruh negeri dengan alasan masyarakat di wilayah konflik bisa terkena dampak buruk.

YANGON - Pemimpin junta Myanmar telah meminta kelompok etnis bersenjata yang melawan militer di seluruh negeri untuk menemukan solusi politik, lapor media pemerintah melaporkan pada Selasa (5/12).

Junta belum pulih dari serangan terkoordinasi di dekat perbatasan dengan Tiongkok, India, dan Thailand, yang menurut para analis merupakan ancaman terbesar terhadap pemerintahannya sejak mereka merebut kekuasaan pada 2021.

Pemimpin junta Min Aung Hlaing memperingatkan bahwa jika organisasi bersenjata terus bertindak bodoh, penduduk di wilayah terkait akan terkena dampak buruk, menurutGlobal New Light of Myanmar.

"Kehidupan masyarakat perlu diperhatikan dan organisasi-organisasi tersebut perlu menyelesaikan permasalahannya secara politik," ujar dia.

Myanmar memiliki lebih dari selusin kelompok etnis minoritas bersenjata, banyak di antaranya menguasai wilayah di wilayah perbatasan negara dan berperang melawan militer sejak kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1948.

Pada akhir Oktober lalu, tiga kelompok melancarkan serangan gabungan di seluruh Negara Bagian Shan utara, merebut kota-kota dan merebut pusat perdagangan penting di perbatasan Tiongkok.

Lebih dari 250 warga sipil, termasuk anak-anak, dikhawatirkan tewas sejak serangan dilancarkan pada Oktober lalu, menurut laporan lapangan PBB. "Ada lebih dari 500.000 orang telah mengungsi di seluruh negeri," kata PBB.

Didorong oleh serangan tersebut, Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF) yang dibentuk setelah kudeta yang menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi, telah melancarkan serangan baru terhadap militer di utara dan timur.

Pekan lalu, pejuang PDF mengatakan kepadaAFPbahwa mereka menguasai sebagian ibu kota Negara Bagian Kayah di bagian timur dan berjuang untuk mengusir pasukan junta dari kota tersebut.

Pertempuran juga terjadi di Negara Bagian Shan yang berada di wilayah perbatasan dengan Tiongkok, serta Negara Bagian Rakhine dan Chin di barat, dimana kelompok etnis bersenjata berhasil memukul mundur kekuatan junta yang mengakibatkan puluhan pejabat militer dan polisi menyerahkan diri.

Menanggapi seruan pemimpin junta itu, pemerintahan bayangan Myanmar yang mendukung beberapa kelompok pemberontak bersenjata, menolak untuk berdialog.

"Ketika mereka mengalami kekalahan telak di lapangan, mereka berusaha mencari jalan keluar. Akan ada dialog yang tulus jika militer menjamin bahwa mereka tidak lagi berperan dalam politik; mereka harus berada di bawah pemerintahan terpilih," kata Kyaw Zaw, juru bicara Pemerintah Persatuan Nasional.

Halangi Bala Bantuan

Sementara itu petugas bala bantuan melaporkan bahwa junta telah menghalangi masuknya kendaraan bantuan ke Kota Loikaw di tengah meningkatnya bentrokan antara tentara junta dan kelompok perlawanan bersenjata. Akibatnya telah terjadi krisis kemanusiaan di ibu kota Negara Bagian Kayah itu, kata pekerja bantuan dan penduduk pada Senin.

Seorang anggota organisasi amal di Loikaw mengatakan dirinya meninggalkan kota itu pada 24 November setelah junta memerintahkan kelompok tersebut untuk berhenti menggunakan kendaraan mereka sepekan sebelumnya.

Kelompok amal mengatakan bahwa saat ini ada lebih dari 10.000 warga terjebak di kota itu di tengah pertempuran baru-baru ini. Petugas bala bantuan itu pun menerangkan bahwa pasukan junta menyita dua truk mereka karena mereka takut anggota PDF akan menggunakan kendaraan tersebut untuk menyamar dan melakukan serangan terhadap militer di kota tersebut. AFP/ST/RFA/I-1

Baca Juga: