Junta yang berkuasa di Myanmar menuai kecaman internasional setelah terjadi serangan udara maut yang menewaskan puluhan orang pada Selasa (11/4) pagi.

YANGON - Junta yang berkuasa di Myanmar pada Rabu (12/4) telah mengkonfirmasi bahwa mereka melakukan serangan udara di sebuah desa di mana puluhan orang dilaporkan tewas. Konfirmasi itu disampaikan setelah serangan udara maut itu menuai kecaman dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan negara-negara Barat.

Kepala Hak Asasi PBB, Volker Turk, mengatakan dia amat ngeri dengan serangan udara mematikan itu, yang menurutnya korbannya termasuk anak-anak sekolah yang sedang menari, dengan badan global itu pun menyerukan mereka yang bertanggung jawab untuk diadili.

Korban tewas akibat serangan pada Selasa (11/4) pagi di kota kecil Kanbalu yang terpencil di wilayah Sagaing tengah, masih belum jelas, dengan sedikitnya 50 korban jiwa dan puluhan luka dilaporkan olehBBC Burma,The Irrawaddy, danRadio Free Asia, serta oleh seorang saksi yang dihubungi olehAFP.

Militer Myanmar telah menindak perbedaan pendapat setelah kudeta pada Februari 2021 yang menggulingkan pemerintahan sipil Aung San Suu Kyi, dengan kerusuhan yang terjadi kemudian menyebabkan lebih dari 3.200 orang tewas, menurut kelompok pemantau lokal.

"Serangan pada Selasa itu memperlihatkan pesawat militer memberondong Desa Pazi Gyi, tempat sejumlah penduduk setempat berkumpul untuk menandai pembukaan kantor pasukan pertahanan lokal yang terhubung dengan lawan junta," kata seorang saksi mata kepadaAFP.

"Sebuah jet tempur dan satu helikopter terlibat dalam serangan itu," ucap seorang narasumber keamanan kepadaAFP.

Pada Rabu, junta mengkonfirmasi bahwa pihaknya telah melancarkan serangan udara terbatas setelah menerima informasi dari penduduk setempat tentang peristiwa tersebut.

Tidak disebutkan berapa banyak yang tewas, tetapi pihak militer menegaskan bahwa mereka telah berusaha meminimalkan kerugian bagi warga sipil.

"Kami mendengar lebih banyak orang tewas karena ledakan besar dari senjata dan amunisi yang ditampilkan pada acara pembukaan," demikian pernyataan junta.

Juru bicara junta, Zaw Min Tun, pada Selasa malam mengatakan beberapa yang tewas adalah pejuang antikudeta berseragam, meskipun ia tak memungkiri ada beberapa orang yang tewas ada yang mengenakan pakaian sipil.

Juru bicara itu kemudian menyalahkan ranjau yang ditanam oleh Tentara Pertahanan Rakyat yang menentang kudeta sebagai penyebab kematian banyak orang itu.

Wilayah Sagaing yang berada dekat Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar, telah melakukan beberapa perlawanan paling sengit terhadap kekuasaan militer, dengan pertempuran sengit berkecamuk di sana selama berbulan-bulan.

Kecaman Barat

Menanggapi serangan udara maut oleh junta, juru bicara urusan luar negeri Uni Eropa (UE), Nabila Massrali, menyatakan bahwa UE sangat terkejut dengan laporan kekejaman terbaru yang dilakukan oleh rezim militer di Sagaing dan telah merenggut nyawa puluhan warga sipil tak berdosa itu.

Sementara itu Kepala Hak Asasi PBB, Volker Turk, menuduh militer Myanmar sekali lagi telah mengabaikan kewajiban hukum yang jelas untuk melindungi warga sipil.

Kutukan juga dilontarkan oleh Sekjen PBB, Antonio Guterres. "Saya kembali serukan agar militer mengakhiri kampanye kekerasan terhadap penduduk Myanmar di seluruh negeri," ucap Guterres dalam pernyataannya yang dibacakan oleh juru bicaranya.

Amerika Serikat juga mengecam serangan udara yang tercela itu. "Kami sangat mengutuk serangan udara rezim dan mendesak rezim untuk menghentikan kekerasan," cuit Penasihat Kementerian Luar Negeri AS, Derek Chollet, di media sosial. AFP/I-1

Baca Juga: