Junta yang berkuasa di Myanmar pada Jumat (10/3) dilaporkan akan menggelar sensus nasional pada akhir tahun depan. Langkah ini disebut-sebut sebagai isyarat lainnya dari junta dalam upayanya untuk menunda pemilu.

YANGON - Media pemerintah pada Jumat (10/3) melaporkan bahwa Myanmar akan mengadakan sensus nasional akhir tahun depan. Informasi ini mengisyaratkan akan ditundanya pemilu yang telah dijanjikan oleh junta untuk mengakhiri krisis yang dipicu oleh kudeta.

Myanmar berada dalam kekacauan sejak perebutan kekuasaan oleh tentara pada tahun 2021, dengan tindakan keras terhadap perbedaan pendapat telah memicu pertempuran antara militer dan pasukan anti-kudeta di seluruh wilayah negara.

"Sensus akan dilakukan serentak di seluruh negeri mulai 1-15 Oktober 2024," kata Menteri Imigrasi dan Kependudukan, U Myint Kyaing, seperti yang dilaporkan olehGlobal New Light of Myanmar.

Pemimpin junta Min Aung Hlaing sebelumnya mengatakan sensus nasional amat diperlukan untuk memastikan daftar pemilih di negara berpenduduk sekitar 54 juta itu akurat dan pernyataan ini menunjukkan bahwa sensus akan dilakukan terlebih dahulu sebelum dilaksanakannya pesta demokrasi.

Sebelumnya Min Aung Hlaing juga mengatakan pemilu hanya bisa diadakan dengan syarat negara dalam keadaan stabil.

Pada Februari lalu, junta mengumumkan perpanjangan enam bulan ke keadaan darurat hingga total berlaku selama dua tahun, dan perpanjangan ini secara otomatis menunda pemilu yang tadinya dijadwalkan akan diadakan pada Agustus.

Militer membenarkan perebutan kekuasaannya pada Februari 2021 dengan klaim penipuan yang meluas dalam pemilu 2020 yang dimenangkan partai yang diketuai oleh pemimpin sipil Aung San Suu Kyi, secara telak.

Kebuntuan

Sementara itu sejumlah pengamat mengatakan pemilu tidak bisa digelar secara bebas dan adil dalam situasi saat ini.

Amerika Serikat (AS) menyatakan bahwa pemilu yang diadakan junta merupakan sebuah aksi dagelan, sementara Russia yang adalah negara sekutu dekat dan pemasok senjata militer, mengatakan pihaknya akan mendukung terlaksananya pemilu di Myanmar.

"Dua tahun setelah kudeta, situasi di Myanmar adalah malapetaka yang membara," kata kepala hak asasi manusia PBB, Volker Turk, pekan lalu, seraya menambahkan bahwa militer beroperasi dengan menyandang kekebalan hukum sepenuhnya menanggapi kabar bahwa militer telah bertindak sewenang-wenang di Myanmar.

Upaya diplomatik untuk menyelesaikan kebuntuan berdarah yang dipimpin oleh PBB dan blok regional Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Asean) sejauh ini hanya menghasilkan sedikit kemajuan, dengan para jenderal militer menolak untuk terlibat dengan oposisi.

Pada Desember, junta justru telah merampungkan serangkaian kasus pengadilan tertutup terhadap Suu Kyi, memenjarakan musuh lama junta itu selama total 33 tahun dalam proses yang dikecam oleh kelompok hak asasi sebagai sebuah persidangan sandiwara.AFP/I-1

Baca Juga: