Presiden Myanmar yang didukung junta mengatakan negaranya berisiko pecah jika militer tidak dapat menghentikan bentrokan di sepanjang wilayah perbatasan dengan Tiongkok

YANGON - Media pemerintah pada Kamis (9/11) melaporkan pernyataan presiden Myanmar yang didukung junta yang mengatakan bahwa negaranya berisiko pecah jika militer tidak dapat menghentikan serangan gabungan kelompok etnis bersenjata di sepanjang perbatasan dengan Tiongkok.

Pertempuran telah berkobar selama hampir dua pekan di Negara Bagian Shan utara dekat perbatasan Tiongkok, yang menurut para analis merupakan tantangan militer terbesar bagi junta sejak mereka merebut kekuasaan pada tahun 2021.

"Jika pemerintah tidak secara efektif menangani insiden yang terjadi di wilayah perbatasan, negara ini akan terpecah menjadi beberapa bagian," kata Myint Swe pada Rabu (8/11), menurut Global New Light of Myanmar.

Myint Swe menyampaikan pernyataan tersebut pada pertemuan Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional, yang dihadiri oleh pemimpin junta, Min Aung Hlaing, dan pejabat tinggi militer lainnya.

Myint Swe adalah wakil presiden di bawah pemerintahan Aung San Suu Kyi yang terpilih secara demokratis dan digulingkan militer pada tahun 2021. Dia kemudian ditunjuk sebagai penjabat presiden oleh junta.

"Stabilitas dapat dipulihkan sampai batas tertentu karena pengorbanan nyawa pasukan junta," imbuh dia.

Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar, Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang, dan Tentara Arakan sebelumnya mengatakan bahwa mereka telah merebut puluhan posko militer dan memblokir jalur perdagangan penting ke Tiongkok. Junta pun telah mengakui bahwa mereka telah kehilangan kendali atas pusat perdagangan utama tersebut, namun belum mengomentari kemajuan pertempuran selama berhari-hari.

Daerah perbatasan Myanmar adalah markas bagi lebih dari selusin kelompok etnis bersenjata, beberapa di antaranya telah berperang melawan militer selama beberapa dekade demi otonomi dan kendali atas sumber daya yang menguntungkan.

Beberapa diantaranya telah melatih dan membantu Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF) yang bermunculan sejak kudeta dan terjadinya tindakan keras militer terhadap perbedaan pendapat. AFP/I-1

Baca Juga: