YANGON - Lebih dari 600 warga yang antikudeta telah dibebaskan oleh junta yang berkuasa di Myanmar pada Rabu (24/3). Diantara mereka yang dibebaskan terdapat seorang fotografer Associated Press bernama Thein Zaw, 32 tahun, yang ditahan saat melakukan liputan dalam sebuah aksi unjuk rasa pada Februari lalu.

"Pejabat polisi yang memperkarakan saya telah mencabut dakwaannya. Karena itu mereka membahaskan saya tanpa syarat apapun," ucap Thein Zaw tak lama setelah keluar dari Lapas Insein di Yangon.

Sebelumnya Thein Zaw bersama 5 awak jurnalis lainnya yang ditahan pada saat yang sama, dikenai dakwaan telah menyebarkan kabar bohong. Ke-5 awak jurnalis lainnya berasal dari Myanmar Now, Myanmar Photo Agency, 7Day News, Zee Kwet Online News, dan seorang pewarta lepas. Hingga saat ini belum diketahui apakah dakwaan yang ditujukan pada mereka pun apakah telah dicabut atau tidak.

Beberapa jam sebelum dibebaskannya Thein Zaw, pihak Lapas Insein telah membebaskan lebih dari 600 warga yang ditahan karena terlibat dalam unjuk rasa menentang kudeta.

"Kami membebaskan 360 pria dan 268 perempuan dari Lapan Insein hari ini," ucap seorang petugas senior lapas yang enggan menyebutkan jati dirinya.

Menurut keterangan pengacara bernama Khin Maung Myint yang berada di Lapas Insein karena ada dua kliennya ditahan di penjara itu, terdapat 16 bus yang sarat penumpang terlihat meninggalkan lapas di Yangon itu pada jam 10 pagi.

Sementara itu media lokal mempublikasikan gambar para tahanan yang dibebaskan di dalam bus-bus itu sambil mengacungkan salam 3 jari yang menjadi simbol perlawanan dari gerakan antikudeta ke arah warga yang menunggu di luar Lapas Insein.

Aksi Protes Diam

Sementara itu situasi aksi protes pada Rabu dilaporkan berjalan dengan amat tenang terutama di Kota Yangon dan Naypyidaw. Hal ini terjadi setelah para aktivis menyerukan aksi protes diam secara nasional

Sementara itu di Kota Myeik, para pengunjuk rasa melaksanakan aksi protes diam dengan menancapkan deretan poster tulisan di sepanjang jalanan. Poster-poster itu sebagian besar bertulisan tuntutan demokrasi dan pembebasan pemimpin Aung San Suu Kyi.

Situasi yang berbeda terjadi di Kota Mandalay pada malam hari sebelumnya. Media lokal melaporkan bahwa di kota ini terlihat barikade dibakar, sejumlah warga ditahan, rumah-rumah digeledah oleh aparat keamanan dan bunyi rentetan senjata api terdengar di sejumlah wilayah di kota itu.

Kelompok pemantau lokal, Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) melaporkan ada 3 orang tewas di Mandalay pada Selasa (23/3) kemarin. Diantara korban yang tewas terdapat seorang perempuan berusia 7 tahun bernama Khin Myo Chit yang tewas ditembak saat berada di rumahnya.

Berdasarkan keterangan kelompok Save the Children dan AAPP, setidaknya ada 20 orang dibawah usia 20 tahun terbunuh dalam tindak kekerasan yang dilakukan pasukan keamanan Myanmar.

Sementara itu pihak junta pada Selasa mengeluarkan pernyataan terkait aksi kekerasan selama 7 pekan. Mereka mengatakan tak akan mengampuni aksi anarki serta menyebut para korban yang tewas sebagai kaum teroris yang sanggup melakukan tindak kekerasan. AFP/I-1

Baca Juga: