Selain pihak sekolah, pemerintah juga akan mem-berikan sanksi bagi para pelaku kecurangan yang dilakukan oleh oknum orang tua siswa.

JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan kebudayaan (Kemdikbud) akan memberikan sanksi berat kepada pelaku kecurangan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SD, SMP, SMA Tahun Ajaran 2017/2018, baik dari pihak sekolah maupun orang tua siswa. "Jual beli kursi sanksi paling berat. Jika yang terlibat oknum PNS atau pejabat struktural, akan dipecat atau dinonaktifkan.

Tapi, kalau oknum di luar struktural, orang luar, aparat penegak hukum yang bertindak dan bisa pidana," kata Inspektur Jenderal Kemdikbud, Daryanto, di Jakarta, Selasa (11/7). Selain pihak sekolah, kata Daryanto, pemerintah juga akan memberikan sanksi berat bagi para pelaku kecurangan yang dilakukan oleh oknum orang tua siswa.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 17 Tahun 2017 tentang PPDB menyebutkan bahwa 20 persen kuota penerimaan siswa di suatu sekolah harus dialokasikan bagi anak tidak mampu. Namun dalam praktiknya di masyarakat, ditemui ada orang tua siswa yang tergolong ekonomi mampu membuat Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) di kelurahan setempat sebagai syarat untuk mendapatkan kuota 20 persen anak tidak mampu pada suatu sekolah.

Daryanto menegaskan sanksi bagi oknum yang melakukan kecurangan seperti itu ialah peserta didik dibatalkan penerimaannya. "Waktu itu ketemu orang tuanya mampu,rahardjotapi punya SKTM, di Depok. Ini harus dibatalkan," kisah Daryanto. Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad, tidak menampik adanya oknum orang tua yang membuat SKTM palsu agar anaknya bisa masuk sekolah favorit melalui jalur tidak mampu.

Oleh karena itu, lanjut Hamid, ke depannya persyaratan untuk mendaftarkan siswa tidak mampu ke suatu sekolah diganti dari SKTM menjadi Kartu Indonesia Pintar (KIP) atau Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), atau Program Keluarga Harapan (PKH).

Pengaduan Masyarakat

Dalam kesempatan itu, Daryanto juga menyatakan bahwa jumlah pengaduan masyarakat terkait masalah PPDB kepada Inspektorat Jenderal Kemdikbud paling banyak berasal dari Provinsi Jawa Barat dengan 38 aduan dari total 240 aduan.

Ia mengungkapkan wilayah Bekasi, Bogor, Tangerang Banten, dan Depok merupakan daerah yang paling sering terdapat laporan penyimpangan dalam penerimaan siswa baru. "Pengaduan terbanyak berdasarkan wilayah paling banyak Jawa Barat 38 aduan, Banten 26 aduan, Jawa Timur 25. Yang sedikit di Sulawesi Tenggara, Bali, tapi bukan berarti tidak ada masalah, hanya saja tidak melapor ke Kemendikbud," ungkap dia.

Daryanto menjelaskan, dari 240 laporan yang masuk periode Juni-Juli 2017 paling banyak berupa pengaduan sistem zonasi, pendaftaran daring dengan sistem bermasalah, dan meminta informasi mengenai PPDB. Daryanto menuturkan banyak orang tua protes dengan adanya sistem zonasi sebagai syarat paling mendominasi untuk mendaftarkan sekolah yang menyebabkan tidak bisa mendaftar di sekolah-sekolah unggulan.

Orang tua yang anaknya memiliki nilai tinggi, kata dia, protes tidak bisa memasukkan anaknya ke sekolah favorit dan dikalahkan oleh anak yang tinggalnya paling dekat dengan sekolah tersebut. Aduan lainnya ialah banyaknya server PPDB daring yang tidak kuat menampung akses secara bersamaan dalam jumlah besar yang berakibat pada lumpuhnya sistem.

"Server-nya down, pendaftarannya diundur, lalu muncul kecurigaan-kecurigaan kecurangan," ucap dia. Selain itu, ada pula masalah dari orang tua peserta didik yang tidak paham dengan internet sehingga tidak bisa melaksanakan pendaftaran secara daring. Terkait hal itu, kata Daryanto, Inspektorat Jenderal Kemendikbud telah menurunkan tim untuk menyelesaikan permasalahan yang dilaporkan ke sejumlah daerah berdasarkan skala prioritas masalah.

Kemendikbud juga menjalin koordinasi dengan kepolisian, dan tim Saber Pungli untuk mengatasi permasalahan terkait PPDB tahun ajaran 2017/2018. Daryanto meminta kepada sekolah-sekolah dan dinas pendidikan daerah setempat untuk melaksanakan PPDB secara objektif, transparan, akuntabel, dan tidak ada diskriminasi antarpeserta. cit/E-3

Baca Juga: