Seorang pria di Prefektur Shizuoka, Jepang, dituduh mengancam akan membunuh seorang kandidat pemilihan Majelis Tinggi dari Partai Demokrat Liberal yang berkuasa di Prefektur Nagano. Ancaman itu disampaikan tidak lama setelah insiden penembakan yang menewaskan mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe.

"Anda selanjutnya," kata tersangka dalam panggilan telepon ke kantor kampanye Sanshiro Matsuyama, seorang kandidat pemula yang telah bekerja di bisnis hiburan selama bertahun-tahun di wilayah itu.

Polisi menuturkan panggilan telepon pertama dilakukan sekitar pukul 11:50, berbarengan ketika berita menyebar tentang serangan terhadap Abe di Nara selama pidato kampanye sekitar pukul 11:30 pada tanggal 8 Juli.

Panggilan kedua yang berisi ancaman datang sekitar pukul 12:25.

Dikutip dari media Jepang, The Asahi Shimbun, dari pemeriksaan kepolisian daerah Nagano-Chuo Prefektur Nagano diketahui bahwa panggilan itu berasal dari ponsel Akira Uematsu (67) seorang karyawan paruh waktu yang tinggal di kota Shizuoka.

Uematsu kemudian ditangkap pada 9 Juli karena dicurigai melakukan intimidasi. Dia dilaporkan telah mengakui tuduhan itu.

Mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, yang menjadi pemimpin terlama di Jepang, meninggal dunia lima setelah ditembak saat berkampanye untuk pemilihan parlemen di kota Nara, dekat Stasiun Yamato-Saidaiji Jumat (8/7), pukul 11.30 waktu setempat.

Penembakan itu membuat Abe menderita luka di leher hingga dada akibat penembakan itu hingga mengalami henti jantung. Abe pun akibat pendarahan hebat meski sudah menjalani serangkaian penanganan darurat, operasi dan transfusi darah di RS Nara Medical University.

Pihak kepolisian telah menangkap Tetsuya Yamagami (41) yang merupakan pelaku penembakan terhadap Abe. Pelaku diketahui tidak melarikan diri setelah melepaskan tembakan terhadap Abe.

Polisi juga mengamankan senjata api sepanjang 40 sentimeter yang tampak kasar dan lebih seperti propelan yang terbuat dari pipa yang direkatkan dan diisi dengan bahan peledak.

Hingga kini, motif pembunuhan Abe masih belum jelas. Media Jepang melaporkan bahwa tersangka memiliki kebencian terhadap kelompok agama yang membuat ibunya terobsesi dan menyebabkan masalah keuangan keluarganya. Namun, laporan itu tidak menyebut nama kelompok maupun kaitannya dengan sang mantan Perdana Menteri.

Beberapa pengamat mendefinisikan serangan terhadap Abe sebagai "terorisme serigala tunggal", di mana pelaku bertindak sendiri, karena seringkali bersimpati dengan pandangan politik tertentu yang membuat kejahatan sangat sulit untuk dideteksi sebelumnya.

Hideto Ted Osanai, Kepala Eksekutif di Asosiasi Pengawal Internasional di Jepang, khawatir bahwa lebih banyak orang mungkin menggunakan senjata buatan tangan seperti yang digunakan dalam pembunuhan Abe untuk "meniru" Dia mencatat tren orang yang tidak puas beralih ke kejahatan acak, tanpa pandang bulu menargetkan korban.

"Budaya konformis Jepang menyulitkan beberapa orang untuk hidup bebas, dan mereka memberi tekanan besar pada diri mereka sendiri. Ketika mereka menyalahkan diri sendiri, mereka beralih ke bunuh diri. Ketika mereka menyalahkan orang lain, mereka beralih ke kejahatan tanpa pandang bulu," katanya.

Baca Juga: