TOKYO - Jepang pada Kamis (15/8) mencabut peringatan yang sudah berlangsung selama sepekan bahwa gempa dahsyat yang berpotensi menyebabkan kerusakan besar dan korban jiwa dapat terjadi.

Kewaspadaan bahwa bencana semacam itu mungkin menimpa negara berpenduduk 125 juta jiwa ini mendorong ribuan orang Jepang membatalkan liburan dan memborong barang-barang kebutuhan pokok sehingga mengosongkan rak-rak di beberapa toko.

"Karena tidak ada kelainan yang terdeteksi pada aktivitas seismik dan deformasi kerak Bumi, peringatan perhatian khusus berakhir pada pukul 17.00," kata Menteri Penanggulangan Bencana, Yoshifumi Matsumura, kepada wartawan. "Tetapi hal ini tidak berarti risiko (gempa bumi dahsyat) telah hilang. Kami telah meminta tindakan pencegahan khusus. Namun kami tidak akan lagi meminta langkah-langkah tersebut dan masyarakat Jepang bebas untuk kembali ke gaya hidup normal," imbuh Matsumura.

Kamis lalu, badan cuaca Jepang mengatakan kemungkinan terjadinya gempa besar lebih tinggi dari biasanya setelah guncangan berkekuatan 7,1 skala Richter pada hari sebelumnya.

Gempa tersebut merupakan jenis gempa tertentu yang disebut gempamegathrustsubduksi, yang di masa lalu terjadi secara bersamaan dan dapat menimbulkan tsunami besar.

Peringatan tersebut berkaitan dengan Palung Nankai di antara dua lempeng tektonik di Samudra Pasifik. Palung bawah laut sepanjang 800 kilometer ini membentang sejajar dengan pesisir Pasifik Jepang termasuk di luar wilayah Tokyo, wilayah perkotaan terbesar di dunia dan rumah bagi sekitar 40 juta orang.

Pada tahun 1707, semua bagian Palung Nankai pecah secara bersamaan, menimbulkan gempa bumi yang masih menjadi gempa terkuat kedua di negara ini. Gempa tersebut, yang juga memicu letusan terakhir Gunung Fuji, diikuti oleh duamegathrustNankai yang kuat pada tahun 1854, dan kemudian gempa pada tahun 1944 dan 1946. AFP/I-1

Baca Juga: