Para diplomat senior Jepang, Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (Korsel) sepakat memperkuat pencegahan untuk mengekang ancaman militer Korea Utara (Korut) pada Rabu (26/10). Ini dilakukan di tengah kekhawatiran bahwa Pyongyang akan kembali melakukan uji coba nuklir.
Ketiga negara juga memberikan peringatan bahwa akan ada respons keras jika Korut menggelar uji coba kulir terbarunya.
"Kami sepakat untuk semakin memperkuat kerja sama, agar Korea Utara bisa segera menghentkan aktivitas-aktivitas ilegalnya dan kembali pada perundingan denuklirisasi," kata Wakil Menlu Korsel Co Hyun-Dong, dikutip dari AFP, Rabu (26/10).
"Ketiga negara menyepakati soal perlunya respons kuat yang belum pernah ada sebelumnya jika Korea Utara melakukan uji coba nuklir ketujuhnya," tambahnya.
Dilansir dari Kyodo News, pertemuan trilateral itu digelar menyusul serangkaian peluncuran rudal balistik oleh Korut, termasuk peluncuran pada awal Oktober ketika rudal Korut melintas di atas kepulauan Jepang untuk pertama kalinya dalam lima tahun. Kondisi itu memunculkan kekhawatiran bahwa Korut akan kembali melakukan uji coba nuklir pertama sejak September 2017.
Presiden Korsel Yoon Suk Yeol pada Selasa (25/10) mengatakan dalam pidatonya di Majelis Nasional Korsel bahwa Korut "tampaknya telah menyelesaikan persiapan" untuk uji coba nuklir.
Para diplomat Korsel, AS dan Jepang memiliki pandangan sama bahwa program pengembangan nuklir dan rudal Korut adalah "tantangan nyata dan serius bagi komunitas internasional". Atas dasar itulah ketiga negara setuju untuk bekerja sama, termasuk melalui Dewan Keamanan PBB, menurut Wakil Menteri Luar Negeri Jepang Takeo Mori.
Setelah pertemuan trilateral yang berlangsung di Tokyo itu, Mori juga mengatakan kepada wartawan bahwa ketiga negara tidak akan pernah menolerir ancaman nuklir Rusia dalam perang melawan Ukraina.
Mori, Wakil Menlu AS Wendy Sherman dan Wakil Pertama Menlu Korsel Cho Hyun Dong juga menyatakan penentangan mereka terhadap setiap upaya untuk mengubah status quo di Laut China Timur dan Selatan.
Pernyataan itu menjadi kritik tersembunyi terhadap klaim teritorial dan pembangunan militer Tiongkok yang ambisius di kawasan itu. Pertemuan para wakil menlu ketiga negara itu dilakukan untuk melanjutkan pertemuan trilateral sebelumnya di Seoul pada Juni.
Yoon Suk Yeol, yang menjabat sebagai Presiden Korsel pada Mei, menggantikan Moon Jae In yang berhaluan kiri. Sebelumnya, di bawah kepemimpinan Moon hubungan antara Seoul dan Tokyo memburuk karena masalah tenaga kerja dan teritorial di masa perang.