JAKARTA - Mantan Panglima TNI Jenderal PurnawirawanGatot Nurmantyo menuding ada indikasi paham komunis kini mulai menyusup ke tubuh TNI. Sebagai bukti indikasi itu, kata Gatot, dioroma berupa tiga patung yakni patung Mayjen Soeharto, Letjen Sarwo Edhie dan Jenderal Abdul Haris Nasution di Markas Kostrad tak ada lagi.
Dioroma tiga patung itu menggambarkan detik-detik saat tiga jenderal itu merancang strategi penumpasan G30S PKI. Tudingan itu dilontarkan Gatot saat jadi narasumber di acara webinar bertajuk, 'TNI Vs PKI' pada Minggu (26/9) kemarin.
"Bukti nyata jurang kehancuran itu adalah persis di depan mata, baru saja terjadi adalah Museum Kostrad, betapa diorama yang ada di Makostrad, dalam Makostrad ada bangunan, bangunan itu adalah kantor tempatnya Pak Harto (Soeharto) dulu, di situ direncanakan gimana mengatasi pemberontakan G30SPKI di mana Pak Harto sedang memberikan petunjuk ke Pak Sarwo Edhie sebagai Komandan Resimen Parako dibantu oleh KKO," tuturnya
Gatot menambahkan, dalam menghadapi pemberontakan G30S PKI, peran Kostrad dan juga peran Soeharto serta pasukan baret merah juga peran Jenderal Nasution sangat besar.
"Tiga patung itu sekarang tidak ada, sudah bersih. Maka saya katakan ini kemungkinan sudah ada penyusupan paham-paham kiri, paham-paham komunis di tubuh TNI," ujar Gatot.
Tudingan Gatot itu pun langsung direspons oleh Pangkostrad Letjen Dudung Abdurachman. Dalam pernyataan tertulis, Letjen Dudung menegaskan, bahwa patung tiga tokoh di Museum Darma Bhakti Kostrad, yakni Jenderal TNI AH Nasution (Menko KSAB), Mayjen TNI Soeharto (Panglima Kostrad), dan Kolonel Inf Sarwo Edhie Wibowo (Komandan RPKAD) memang sebelumnya ada di dalam museum tersebut. Patung tersebut dibuat pada masa Panglima Kostrad Letjen TNI AY Nasution yang merupakan Pangkostrad periode 2011-2012.
"Kini patung tersebut, diambil oleh penggagasnya, Letjen TNI (Purn) AY Nasution yang meminta izin kepada saya selaku Panglima Kostrad saat ini. Saya hargai alasan pribadi Letjen TNI (Purn) AY Nasution, yang merasa berdosa membuat patung-patung tersebut menurut keyakinan agamanya. Jadi, saya tidak bisa menolak permintaan yang bersangkutan," katanya.
Dengan tegas, Letjen Dudung juga mengatakan, jika penarikan tiga patung itu kemudian disimpulkan bahwa TNI atau khususnya Kostrad melupakan peristiwa sejarah pemberontakan G30S/PKI tahun 1965, itu sama sekali tidak benar. Dirinya dan Letjen TNI (Purn) AY Nasution mempunyai komitmen yang sama tidak akan melupakan peristiwa terbunuhnya para jenderal senior TNI AD dan perwira pertama Kapten Piere Tendean dalam peristiwa itu.
"Jadi, tidak benar tudingan bahwa karena patung diorama itu sudah tidak ada, diindikasikan bahwa AD telah disusupi oleh PKI. Itu tudingan yang keji terhadap kami. Seharusnya Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo selaku senior kami di TNI, terlebih dahulu melakukan klarifikasi dan bisa menanyakan langsung kepada kami, selaku Panglima Kostrad. Dalam Islam disebut tabayun agar tidak menimbulkan prasangka buruk yang membuat fitnah, dan menimbulkan kegaduhan terhadap umat dan bangsa," tegas Letjen Dudung.
Letjen Dudung juga mengungkapkan, foto-foto peristiwa serta barang-barang milik Panglima Kostrad Mayjen TNI Soeharto saat peristiwa 1965 itu, masih tersimpan dengan baik di museum tersebut. Hal ini sebagai pembelajaran agar bangsa ini tidak melupakan peristiwa pemberontakan PKI dan terbunuhnya pimpinan TNI AD serta Kapten Piere Tendean.
"Demikian penjelasan kami agar bisa dipahami dan tidak menimbulkan prasangka buruk terhadap kami sebagai pribadi, intitusi Kostrad, maupun insitusi TNI AD," katanya.