Apakah benar bencana akan lahir dengan hilangnya koloni besar? Sebuah sumber yang banyak dikutip dari 1945 menunjukkan hal ini.

Pada 10 Januari 1842, Menteri Koloni Jean Chrétien Baud menulis surat kepada Gubernur Jenderal Pieter Merkus di Batavia. "Jawa bisa tetap ada, (gabus) sumbat tempat Belanda mengapung," tulis Baud.

Dua tahun kemudian, penulis dan penyair Everhardus Johannes Potgieter menyatakan. "Bayangkan, hal itu akan terjadi!, bayangkan jika Jawa tidak lagi mencurahkan hartanya ke pangkuan kita," tulis dia.

Namun, apa yang hampir tak terbayangkan bagi Potgieter menjadi ancaman yang semakin nyata pada paruh pertama abad ke-20. Pada periode antarperang, pemerintah kolonial berhasil menekan kebangkitan nasionalisme Indonesia. Namun setelah Jepang menyerah (15 Agustus 1945), tidak ada yang bisa menghentikan mereka.

Pertanyaan yang menjadi topik hangat adalah seberapa besar kerugian yang akan dialami perekonomian Belanda jika Hindia Belanda hilang. Jr Dr CGS Sandberg menjawab hal ini sejak bulan Januari 1914 dalam sebuah brosur yang judulnya menjelaskan semuanya. Ia mengatakan, "Indië verloren, rampspoed geboren".

Gagasan tersebut memperoleh pijakan permanen dalam kesadaran kolektif di Belanda. Bahkan tokoh sosial demokrat Henri van Kol awalnya melihatnya seperti ini. Dari kongres sosialis internasional di Brussels pada 1928, sosial demokrasi berbalik melawan kolonialisme, namun pada 1901 Van Kol menulis dalam De Nieuwe Tijd.

"Koloni sangat diperlukan dalam pembangunan ekonomi dunia. Banyak bahan mentah akan hilang, banyak industri akan merana, banyak bahan makanan dan barang mewah akan berkurang jika wilayah tropis tersebut dibiarkan begitu saja di tangan ras primitif," kata dia.

Apakah benar bencana akan lahir dengan hilangnya koloni besar? Sebuah sumber yang banyak dikutip dari 1945 menunjukkan hal ini. Ekonom Dick Derksen dan Jan Tinbergen telah membuat perhitungan pada tahun 1941. Hal ini menjadi lebih dikenal luas pada akhir 1945 ketika Badan Pusat Statistik menerbitkannya.

Derksen dan Tinbergen menginventarisasi pendapatan primer dari Hindia Belanda (seperti pengembalian modal) dan pendapatan sekunder. Hindia Belanda menyumbang 700 juta gulden atau 13,7 persen terhadap pendapatan nasional Belanda (selama tahun 1925-1934), sebagian besar ketika masa booming dan sebagian lagi depresi, jumlahnya sedikit lebih besar yaitu 15 persen).

Mereka menulis, pendapatan orang Belanda di Hindia Belanda juga bertambah. Mereka memperkirakan jumlah tersebut sebesar 2,5 persen dari pendapatan nasional Belanda. Pada intinya, Derksen dan Tinbergen mencatat bahwa gabungan pendapatan yang diterima Belanda dari Hindia Belanda selama sekitar 1938 diperkirakan mencapai 14 persen dari pendapatan nasional Belanda.

"Investasi Belanda di Hindia Belanda (pada akhir tahun 1938 sekitar 4 miliar gulden) diperkirakan mencapai seperenam aset nasional kita," ungkap mereka. hay/I-1

Baca Juga: