Mengingatkan agar pemerintah memperkuat jaringan pengaman sosial untuk melindungi kelas menengah.

JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, mengingatkan agar pemerintah memperkuat jaringan pengaman sosial untuk melindungi kelas menengah.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan terjadinya penurunan jumlah kelas menengah Indonesia pada periode 2019 - 2024 yang mencapai 9,48 juta orang.

"Dukungan program jaminan sosial sangat dibutuhkan untuk melindungi kelas menengah dari masalah kesehatan, kecelakaan kerja, hari tua, hingga kematian," ujar Edy, dalam keterangannya kepada awak media, Rabu (11/9).

Dia menerangkan, jaring pengaman sosial bagi kelas menengah masih minim mengingat banyak dari mereka bekerja di sektor informal.

Menurutnya, pemerintah harus memastikan jaminan sosial di bidang kesehatan dan ketenagakerjaan terus berjalan.

Edy juga meminta agar pemerintahmeningkatkan pembukaan lapangan pekerjaan formal. Menurutnya, hal tersebut bisa mencegah defisit angkatan kerja. "Jadi kelas menengah yang ter-PHK pun bisa memiliki kesempatan," jelasnya.

Dia menyarankan pemerintah untuk merevisi PP no. 37 Tahun 2021 tentang Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) agar pekerja yang ter-PHK mampu untuk mendapatkan bantuan uang tunai maksimal 6 bulan.

Di sisi lain, pelatihan serta manfaat informasi pasar kerja dibutuhkan pekerja untuk siap masuk kerja kembali di sektor formal.

"Adapun yang perlu direvisi adalah persyaratan menjadi peserta JKP yang eligible dipermudah sehingga seluruh pekerja bisa menjadi peserta JKP yang eligible.

Lalu memberikan akses manfaat JKP kepada seluruh peserta JKP seperti pekerja kontrak yang jatuh tempo kontraknya mendapat manfaat JKP," terangnya.

Secara terpisah, Pakar kebijakan publik Universitas Airlangga (UNAIR), Gitadi Tegas Supramudyo, menilai, rencana pemerintah memotong gaji pekerja untuk pengumpulan dana pensiun dapat menimbulkan kekhawatiran di kalangan pekerja yang merasa sudah terbebani berbagai pungutan.

Menurutnya, kebijakan tersebut harus berdasarkan pada pemahaman mendalam mengenai substansi masalah yang ingin pemerintah pecahkan.

"Setiap kebijakan harus mempertimbangkan siapa yang mendapat keuntungan dan siapa yang terdampak. Dalam kasus ini, ada dua kelompok utama.

Pertama, pemerintah yang ingin melindungi kesejahteraan hari tua pekerja. Kemudian, para pekerja yang merasa sudah terbebani berbagai pungutan dan memiliki kepentingan yang berseberangan," ucapnya. ruf/S-2

Baca Juga: