Gelombang Covid-19 masih menghantui beberapa negara, khususnya pada wilayah Asia Tenggara yang kewalahan dengan varian Delta ini. Indonesia sampai Myanmar membatasi pergerakan masyarakat agar bisa mengontrol laju infeksi, mulai dari tingkat lokal hingga skala nasional. Namun, angka kasus tidak menurun, malah bertambah.

Indonesia, misalnya, sudah mengalami lonjakan besar dengan lebih dari 30 ribu kasus mulai dari 7 Juli hingga 10 Juli. Pada 9 Juli, 13 kota di Kalimantan, Sumatera, Lombok, dan Papua ditempatkan pada stempel darurat yang ditargetkan bersama Jawa dan Bali dan berakhir pada 20 Juli.

Sekarang kasus Covid-19 di Indonesia sudah jauh lebih rendah. Meski begitu, pakar kesehatan menyarankan masyarakat agar tetap waspada dan menaati protokol kesehatan meskipun pembatasan telah dilonggarkan. Karenanya, gelombang ketiga bisa saja mengintai kembali.

Hal yang sama telah terjadi di Thailand di mana Bangkok dan 9 provinsi lainnya menetapkan jam malam untuk mengekang virus korona. Keadaan di Filipina juga sama, sempat ada penurunan kasus, tapi kemudian melonjak lagi.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte bahkan terus memberlakukan pembatasan masyarakat tertentu di beberapa area, termasuk ibu kota Manila. Ia menempatkan warganya di bawah klasifikasi karantina masyarakat umum (GCQ).

Sementara, bulan ini, di tengah melonjaknya kasus Covid-19 akibat varian Delta, Filipina malah akan mencabut perintah GCQ. Dicabutnya karena faktor ekonomi menjadi kendalanya. Meski begitu, pemerintah Filipina tetap menerapkan pengawasan protokol kesehatan masyarakat.

Selanjutnya, Singapura sedang mengalami kenaikan kasus Covid-19 yang signifikan. Dari hanya beberapa kasus sehari berubah menjadi lebih dari seribu saat ini. Rumah sakit mulai kewalahan meskipun tempat tidur di Unit Perawatan Intensif masih terkendali.

Begitu juga di Malaysia, negara ini mulai pendekatan yang ditargetkan untuk pandemi Covid-19 setelah lebih dari sebulan perintah kontrol gerakan (MCO) dalam skala nasional. Negeri Jiran bahkan bersiap untuk memperlakukan Covid-19 sebagai endemi sekitar Oktober.

Langkah itu seiring upaya pemerintah untuk terus meredam penyebaran virus tersebut sekaligus memaksimalkan upaya pemulihan ekonomi. Menteri Kesehatan Khairy Jamaluddin mengatakan, dengan 80 persen populasi diperkirakan akan divaksinasi pada saat itu, Negeri Jiran perlu belajar untuk hidup dengan virus tersebut.

Lonjakan kasus Covid-19 juga dialami Vietnam, negara yang sempat menjadi salah satu studi kasus keberhasilan respons Covid-19 di 2020. Kota terbesar mereka, Ho Chi Minh baru saja melakukan penguncian selama 2 minggu sebagai bagian dari upaya pemerintah nasional untuk membendung wabah terbaru agar tidak menyebar lebih jauh.

Pada saat yang sama, Kamboja dan Myanmar juga telah melaporkan jumlah kasus Covid-19 yang tercatat pada awal Juli, perkembangan yang mengkhawatirkan mengingat kedua negara sebelumnya melaporkan jumlah kasus yang rendah.

Dikutip dari artikel yang ditulis Chee Leong Lee di Global Policy Journal, gelombang pandemi ini disebabkan oleh penyebaran varian Delta yang menular di wilayah tersebut. Selain itu, inkonsistensi langkah-langkah respons Covid-19 yang dilakukan masing-masing pemerintah juga menjadi salah satu faktor kasus terus meningkat. Namun, hal ini juga dipengaruhi pengadaan vaksin dan pasokan medis lainnya.

"Ini menjadi aspek di mana mitra eksternal ASEAN dapat memberikan bantuan yang sangat dibutuhkan negara-negara Asia Tenggara untuk menghadapi gelombang baru covid-19 ini," kata Chee.

Dukungan vaksin dari negara-negara maju menjadi 'penolong' untuk meningkatkan kampanye vaksinasi di Asia Tenggara. Bantuan ini menjadi sangat penting karena beberapa negara ASEAN hanya mengandalkan satu atau dua merek vaksin Covid-19 untuk menginokulasi warganya.

Sampai saat ini, Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Tiongkok, Prancis dan Rusia yang menyumbangkan berbagai vaksin ke negara-negara berkembang di Asia Tenggara. Produk vaksin yang diberikan buatan Pfizer, Moderna, AstraZeneca, Sinovac, dan Sputnik V.

"Setiap donasi dari mitra eksternal ini pasti akan berkontribusi pada pengurangan kekurangan vaksin di Asia Tenggara untuk beberapa bulan ke depan," ucap ahli epidemiologi Universitas Griffith, Dicky Budiman.

Yang lainnya adalah sumbangan perlengkapan dan peralatan medis untuk negara-negara Asia Tenggara tertentu yang sangat membutuhkannya. Konsentrator oksigen, alat pelindung diri, dan peralatan kesehatan lainnya dapat mendukung sistem perawatan kesehatan yang kewalahan di sebagian besar negara Asia Tenggara.

Baca Juga: