Gelombang panas yang berbahaya di seluruh wilayah India dan Pakistan dilaporkan menyebabkan kekurangan listrik dan air di kedua negara.

Di New Delhi, tempat pembuangan sampah yang terbakar mencekik warga ketika suhu melintasi 45 derajat celcius di beberapa bagian wilayah tersebut. Celakanya, cuaca di kedua negara diprediksi akan menjadi lebih panas akhir pekan ini.

Sejak 2010, gelombang panas telah menewaskan lebih dari 6.500 orang di India, dan para ilmuwan mengatakan perubahan iklim membuat mereka lebih panas dari sebelumnya dan akan lebih sering terjadi di Asia Selatan.

"Ini pertama kalinya saya melihat cuaca yang begitu buruk di bulan April. Biasanya, kami siap untuk ini pada bulan Mei dan seterusnya," kata ibu rumah tangga Delhi, Somya Mehra (30), seperti dikutip The Guardian.

Negara bagian Rajasthan, Gujarat dan Andhra Pradesh di India, bahkan memberlakukan pemadaman listrik di pabrik-pabrik karena konsumsi AC dan kipas angin meroket.

Banyak daerah juga melaporkan penurunan pasokan air yang hanya akan memburuk sampai musim hujan tahunan pada bulan Juni dan Juli.

Guardian melaporkan, kekurangan air akan sangat memukul para petani, termasuk mereka yang menanam gandum karena India bertujuan untuk meningkatkan ekspor guna membantu mengurangi kekurangan global akibat perang di Ukraina.

"Kesehatan masyarakat dan pertanian di negara ini akan menghadapi ancaman serius karena suhu ekstrem tahun ini," kata menteri perubahan iklim Sherry Rehman.

Perdana Menteri India, Narendra Modi, pada Rabu (4/5) mengatakan suhu meningkat dengan cepat di negara ini. Peningkatan insiden kebakaran di berbagai tempat di india, seperti di hutan, gedung-gedung penting juga terjadi dalam beberapa hari terakhir.

Di New Delhi, gelombang panas turut membakar gunung sampah setinggi 60 meter dilapor sejak Selasa (3/5).

Kebakaran turut menyemburkan asap hitam beracun yang melanda distrik-distrik terdekat. Kejadian pada Selasa sekaligus menjadi insiden keempat di lokasi tersebut dalam waktu kurang dari sebulan.

Pradeep Khandelwal, mantan kepala pengelolaan sampah Delhi, mengatakan kebakaran kemungkinan dipicu oleh suhu yang lebih panas yang mempercepat penguraian sampah organik.

"Cuaca kering dan panas menghasilkan gas metana berlebih di lokasi pembuangan yang memicu kebakaran seperti itu," kata Khandelwal kepada AFP.

Mariam Zachariah dari Grantham Institute di Imperial College London mengemukakan warga India akan lebih sering mengalami gelombang panas serupa seiring peningkatan suhu global oleh aktivitas manusia.

"Tapi sekarang ini adalah peristiwa yang jauh lebih umum. Kita dapat mengharapkan suhu tinggi seperti itu setiap empat tahun sekali dan sampai emisi bersih dihentikan, itu akan terus menjadi lebih umum," ujarnya.

Baca Juga: