Pembatasan ekspor beras India telah memicu lonjakan harga beras hingga 5 persen di Asia.

India yang pengekspor biji-bijian terbesar di dunia, melarang pengiriman beras pecah kulit dan mengenakan bea sebesar 20 persen untuk ekspor berbagai jenis beras lainnya pada hari Kamis (8/9).

Larangan impor India ditujukan untuk meningkatkan pasokan dan menenangkan harga setelah curah hujan monsun di bawah rata-rata yang membatasi penanaman.

"India menyumbang lebih dari 40 persen pengiriman global. Jadi, tidak ada yang yakin berapa banyak harga akan naik dalam beberapa bulan mendatang," ata Himanshu Agarwal, direktur eksekutif Satyam Balajee, eksportir beras terbesar di India, seperti dikutip dari Reuters.

Dengan pembatasan ekspor beras India, sejumlah pembeli berusaha mengamankan pasokan dari saingannya Thailand, Vietnam dan Myanmar, yang telah menaikkan harga beras pecah kulit sekitar 5 persen dalam sepekan terakhir.

Mengutip CNA, di Vietnam, beras pecah kulit kini ditawarkan dengan harga 410 dolar AS atau Rp6,3 juta per ton pada hari Senin (12/9), naik dari 390-393 dolar AS per ton minggu lalu.

Panen yang melimpah dan persediaan yang cukup telah membuat beras yang telah berhasil melawan tren kenaikan harga seperti yang terjadi pada sejumlah komoditas biji-bijian akibat gangguan rantai pasokan dari pandemi COVID-19 dan baru-baru ini perang Rusia-Ukraina.

Namun kini, pembeli sekarang khawatir langkah India membatasi Impor dapat meningkatkan harga beras dan membuat bahan pokok seperti gandum dan jagung menjadi mahal.

"Kami memperkirakan harga akan naik lebih lanjut selama beberapa minggu mendatang," kata seorang pedagang yang berbasis di Kota Ho Chi Minh.

Pasalnya, ketika India melarang ekspor pada 2007, harga global melonjak ke rekor tertinggi sekitar 1.000 dolar AS atau Rp15,3 juta per ton.

Ekspor beras India mencapai rekor 21,5 juta ton pada tahun 2021, lebih banyak dari pengiriman gabungan empat negara eksportir biji-bijian terbesar dunia berikutnya: Thailand, Vietnam, Pakistan, dan Amerika Serikat.

Baca Juga: