Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat jumlah korban akibat gempa 7 skala Richter (SR) dan gempa susulan di Lombok, Nusa Tenggara Barat, terus bertambah menjadi 321 jiwa. Jumlah ini akan bertambah lagi karena masih ada korban yang belum diverifikasi.

Jumlah korban terbanyak berasal dari Kabupaten Lombok Utara, yaitu mencapai 273 orang, kemudian Kabupaten Lombok Barat sebanyak 26 orang, Kabupaten Lombok Timur ada 11 orang, Kota Mataram sebanyak tujuh orang, Kabupaten Lombok Tengah terdapat dua orang, dan Kota Denpasar sebanyak dua orang.

Selain itu, jumlah pengungsi akibat gempa mencapai 270.168 orang yang tersebar di ribuan titik. Jumlah pengungsi juga diperkirakan terus bertambah karena belum semua terdata dengan baik. Di beberapa tempat juga dilaporkan masih terdapat pengungsi yang belum menerima bantuan terutama, di Kecamatan Gangga, Kayangan, dan Pemenang yang berada di bukit-bukit dan desa terpencil.

Tak cuma itu, ratusan rumah dan bangunan juga banyak yang runtuh sehingga banyak penduduk tak punya tempat tinggal. Lebih dari itu, rakyat Lombok dan sekitarnya kian menderita karena keterbatasan makanan, air, hingga trauma bakal terjadi gempa lagi. Runyamnya lagi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah NTB hingga Jumat (10/8) kian tergerus sehingga bakal kesulitan membiayai korban gempa.

Padahal, APBD NTB sangat kecil dan defisit sehingga tak bisa melakukan sendirian di tengah keterbatasan yang dimiliki daerah. Penderitaan rakyat Lombok jangan dibiarkan lama.

Toh, Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dalam Pasal 1, di antaranya menyebutkan bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Selanjutnya, bencana alam adalah bencana yang diakibatkan peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain, gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Pasal 7 menyebutkan wewenang pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, di antaranya penetapan status dan tingkatan bencana nasional dan daerah.

Penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf c memuat indikator yang meliputi jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan prasarana dan sarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana, dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.

Berdasarkan itu, selayaknya pemerintah bertindak cepat memberikan kemudahan bantuan, entah itu berupa material maupun pendanaan. Alangkan bijaknya pula jika pemerintah menetapkan gempa Lombok sebagai bencana nasional. Betapa tidak, jika bencana gempa Lombok menjadi bencana nasional, semua volunteer dan pihak luar yang akan membantu NTB akan bisa masuk.

Terpenting adalah dibutuhkan langkah cepat dalam menangani gempa yang terjadi di daerah Lombok. Pemerintah memang tak ingin gegabah dalam menetapkan status bencana nasional. Pemerintah juga sebenarnya mampu menangani dan mengatasi dampak gempa Lombok, termasuk melakukan pembangunan kembali rumahrumah yang rusak.

Ya, kita berharap pemerintah bertindak cepat. Kita juga tidak mau membiarkan rakyat Lombok menderita. Apa yang mereka rasakan adalah perasaan kita bersama. Itulah sebab, kemudahan birokrasi penanganan bencana mencerminkan kepedulian kita pada penderitaan para korban. Semoga bencana gempa Lombok membuat tali persaudaraan kita semakin erat.

Baca Juga: