Inflasi akan meningkat sehingga jumlah rakyat yang miskin juga akan meningkat.

JAKARTA - Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai depresiasi nilai tukar rupiah tidak mengganggu sektor riil dan keuangan dalam negeri dinilai kurang tepat. Sebab, harga beberapa bahan pangan, seperti beras, jagung, sudah naik karena pemenuhan pasokannya banyak bergantung pada impor.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudisthira, yang diminta pendapatnya mengatakan Presiden Jokowi bersikap overconfidences.

"Pelemahan rupiah jelas akan diteruskan ke konsumen akhir," kata Bhima.

Transmisi pelemahan kurs rupiah ke inflasi, jelasnya, memang tidak sekaligus, tetapi cepat atau lambat bahan pangan, peralatan elektronik, dan suku cadang kendaraan bermotor harganya akan menyesuaikan.

Implikasi lainnya, kata Bhima, adalah ke tren kenaikan suku bunga perbankan sebagai imbas dari kenaikan suku bunga acuan BI7 days Reverse Repo Rate untuk stabilisasi rupiah.

Developer perumahan hingga calon debitur KPR akan merasakan efek yang luar biasa ketika suku bunga naik. Dari sektor properti saja mempengaruhi 130 lebih subsektor lainnya.

"Jadi jangan anggap remeh pelemahan kurs rupiah," tegas Bhima.

Dari eksternal, faktor melemahnya ekonomi Tiongkok, kondisi geopolitik hingga pemilu di Amerika Serikat (AS) yang berlangsung pada November 2024 menciptakan tekanan jangka menengah bagi rupiah. Oleh karena itu, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) perlu sigap menghadapi ketidakpastian ekonomi global.

Pada kesempatan terpisah, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, mengatakan dampak depresiasi rupiah bakal jauh lebih serius dari yang diperkirakan.

Untuk jangka waktu yang lama, ekonomi akan mengalami tekanan karena harga pangan, bahan bakar minyak (BBM) dan tarif listrik akan terkerek naik. "Inflasi meningkat, sehingga jumlah rakyat miskin juga akan meningkat. Ia pun berharap agar masyarakat siap mengatasi kesulitan tersebut.

BI sendiri sebagai otoritas moneter, menurut Anthony, sepertinya sudah menyerah, sebab secara terbuka mengatakan Indonesia akan masuk ke rezim suku bunga tinggi untuk jangka waktu panjang higher for longer, untuk menjaga kurs rupiah agar tidak anjlok terlalu dalam.

Dalih BI kalau faktor geopolitik seperti perang Russia melawan Ukraina dan konflik di Timur Tengah sebagai penyebab tertekannya rupiah hanya untuk mencari kambing hitam. Sebab, mata uang Vietnam dan Thailand relatif stabil, apalagi dollar Singapura.

Biaya Produksi Naik

Dari Yogyakarta, pengamat ekonomi dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Aloysius Gunadi Brata, mengatakan tidak sepakat dengan pernyataan Presiden bahwa depresiasi rupiah tidak berpengaruh terhadap sektor riil.

Menurut Aloysius, bila depresiasi rupiah hanya berlangsung temporer tentu dampaknya tidak banyak terasa. Namun, depresiasi nilai tukar rupiah sudah terasa sejak beberapa bulan terakhir.

"Sulit untuk menyatakan bahwa depresiasi rupiah saat ini sama sekali tidak berpengaruh terhadap ekonomi. Industri yang kandungan impornya tinggi tentu akan mengalami kenaikan biaya produksi, seperti industri farmasi, kimia, dan makanan. Hal ini dapat mendorong kenaikan harga yang pada gilirannya menggerogoti daya beli masyarakat," jelas Aloysius.

Pada Awal Mei 2023, jelas Aloysius, kurs rupiah masih berada di kisaran 14.700 rupiah per dollar AS, sedangkan saat ini sudah mendekati 16.000 rupiah per dollar AS. Pelemahan, katanya, juga karena faktor eksternal terutama kebijakan suku bunga bank sentral AS.

Pelemahan nilai tukar rupiah yang cukup cepat, menurut Aloysius, bisa merupakan sinyal bahwa ada kontribusi dari sisi domestik yang perlu mendapatkan perhatian. Setidaknya hal itu dapat menjadi indikator bahwa rupiah memang masih memiliki label kuat sebagai aset yang berisiko dan mudah untuk dilepas pelaku pasar. "Langkah-langkah antisipatif kini makin diperlukan, terutama untuk menjaga agar kenaikan inflasi masih terkendali," kata Aloysius.

Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan depresiasi rupiah terhadap dollar AS tidak mengganggu sektor riil dan keuangan dalam negeri.

"Kemudian, kalau kita lihat persentase depresiasi mata uang kita juga masih aman. Aman untuk sektor riil untuk sektor keuangan, dan aman untuk inflasi," kata Presiden Jokowi dalam sebuah acara di Jakarta, Selasa (24/10) pagi.

Baca Juga: