Seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 yang dilakukan oleh Panitia Seleksi Calon Pimpinan (Pansel Capim ) KPK mendapat sorotan publik. Pasalnya, di antara 20 nama yang telah lulus tes profile assessment, terdapat sejumlah nama yang diduga tidak berkualitas dan tidak berintegritas.

Kritikan publik semakin tajam karena Pansel berencana akan menyerahkan 10 nama capim terpilih itu ke Presiden Jokowi pada Senin (2/9) pukul 15.00 WIB. Masyarakat berharap Presiden bersikap kritis dan mau mendengarkan aspirasi publik saat menerima 10 nama capim KPK itu dari Pansel. Harapan yang sama juga tertumpu pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

DPR yang menjadi garda terakhir dalam penentuan lima nama capim KPK terpilih harus menunjukkan keberpihakannya pada suara masyarakat dan pemberantasan korupsi. Presiden dan DPR harus berani menolak dan tidak meluluskan capim KPK yang tidak patuh dalam melaporkan harta kekayaan, yang diduga melanggar etika, memiliki konflik kepentingan dan bermasalah dalam rekam jejak.

Apabila Presiden merekomendasikan nama-nama yang berintegritas dan rekam jejak yang bersih maka tidak ada pilihan bagi DPR selain memilih yang terbaik di antara yang bersih. Demikian sebaliknya. Yang harus diingat, korupsi adalah penyebab segala masalah dan akibatnya dirasakan oleh semua orang.

Oleh karena itu, keputusan Presiden dan DPR sebagai sangat dinantikan, serta sangat menentukan arah pemberantasan korupsi ke depan. Publik tak ingin lembaga antirasuah itu dipimpin oleh orang-orang yang diduga memiliki rekam jejak dan integritas yang tidak baik.Ketika nanti KPK dipimpin oleh orang-orang bermasalah, maka kepercayaan masyarakat bisa runtuh.

Penanganan perkara korupsi mandek, penyidik KPK rentan diteror karena tidak ada komitmen perlindungan dari pimpinannya. Siapa pun tidak boleh main-main dengan KPK. Apalagi saat ini berdasarkan survei Lembaga Survei Indonesia ( LSI), KPK masih mendapatkan tingkat kepercayaan publik tertinggi di antara lembaga penegak hukum yang ada di negeri ini. Dukungan publik terhadap lembaga antirasuah itu masih kuat.

Pada titik itu, peran Presiden dan DPR sebagai ujung dari proses penyaringan nama dari Pansel Capim KPK itu menjadi sangat menentukan. Bila Presiden dan DPR tidak hati-hati dalam memilih capim KPK maka pemberantasan korupsi bisa menimbulkan serangan balik dari pihakpihak yang tidak nyaman selama ini.

KPK merupakan ujung tombak pemberantasan korupsi di Indonesia. KPK harus dipimpin oleh sosok yang independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Pimpinan KPK harus sosok nonpartisan, memiliki kapabilitas untuk menyelesaikan kasus-kasus berat dan memiliki keberanian atau nyali untuk bertindak tegas. Capim KPK terpilih harus "beban masa lalu".

Presiden dan DPR harus mewaspadai "musang berbulu ayam". Jika salah dalam memilih pimpinan KPK, Indonesia akan semakin terjerumus dalam praktik korupsi. Setidaknya ada tiga syarat utama wajib dimiliki calon pimpinan KPK. Pertama, sosok yang berintegritas. Calon yang memiliki cacat integritas harus dicoret, karena akan menjadi beban, bahkan bisa menghancurkan KPK dari dalam.

Kedua adalah sosok yang profesional. KPK membutuhkan pimpinan yang memiliki kemampuan dan pemahaman mendalam tentang korupsi. KPK tidak bisa diisi sembarang orang, apalagi job seeker. Ketiga, KPK sebagai lembaga independen harus dipimpin oleh orang-orang yang bebas kepentingan.

Pimpinan KPK tidak boleh diisi pihak luar yang memiliki kepentingan untuk mengendalikan lembaga itu dan pemberantasan korupsi di Tanah Air. Pansel jangan memberi kuota kepada pihak tertentu untuk mengisi jabatan pimpinan KPK, apalagi kepada institusi penegak hukum lain. Seleksi harus benar-benar dilakukan secara adil.

Baca Juga: