Pemerintah harus mencari solusi atas stok vaksin Covid-19 untuk anak yang terbatas karena anak-anak bisa terkena korona.

JAKARTA - Pemerintah diminta tidak mengabaikan masalah stok vaksin Covid-19 untuk anak-anak, yang kondisinya sangat menipis. Permintaan ini disampaikan mengingat Indonesia akan menyambut libur Natal 2022 dan Tahun Baru 2023.

"Kami menyayangkan saat ini stok vaksin Covid-19 untuk anak di Indonesia sangat tipis, bahkan mungkin nol," kata vaksinolog Dirga Sakti Rambe dalam Virtual Class: Kasus Covid-19 Terus Terkendali yang diikuti di Jakarta, Rabu (21/12).

Seperti dikutip dari Antara, Dirga mengaku menyayangkan situasi di mana pemerintah, masih harus terpaku dengan menggunakan vaksin jenis Sinovac bagi anak-anak yang berusia 6-12 tahun guna melindungi mereka dari Covid-19.

Dengan stok jenis vaksin tersebut yang dilaporkan mulai minim di sejumlah daerah, menempatkan anak-anak dalam situasi rawan karena Covid-19 masih ada.

Apalagi anak belum bisa mendapatkan jenis vaksin seperti AstraZeneca ataupun Pfizer karena belum ada izin yang dikeluarkan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

"Kami berharap pemerintah segera mencari solusi atas masalah ini, karena anak-anak juga bisa terkena Covid-19. Anak-anak yang sakit berat ataupun yang meninggal juga ada begitu banyak," katanya.

Meskipun demikian, Dirga menduga adanya keterbatasan stok vaksin untuk anak disebabkan oleh transisi untuk menggunakan vaksin yang diproduksi secara lokal yakni Indovac atau Inavac, yang kemungkinan juga disiapkan untuk anak.

"Jadi kemungkinan dalam waktu mendatang, anak-anak kita ini akan diizinkan untuk menggunakan vaksin tadi sekaligus untuk mengurangi ketergantungan kita terhadap vaksin impor," ujar Dirga.

Menanggapi adanya solusi seperti vaksin hidup (inhalasi) seperti di Tiongkok dan India, Dirga menjelaskan pemerintah Indonesia belum memiliki rencana untuk menggunakan atau mengimpor vaksin lain selain menggunakan jarum suntik.

Perkembangan Inovasi

Namun, dengan adanya perkembangan bioteknologi yang semakin baik dan berinovasi maka antibodi yang terbentuk melalui hirup, akan terbentuk di saluran pernapasan manusia. Berbeda dengan suntik, yang membentuk antibodi dalam sel darah.

"Begitu virus korona ini mau masuk ke saluran napas kita, antibodi lini pertama di hidung di saluran napas itu sudah ada dan disiapkan. Ketimbang harus menunggu lagi di dalam darah, logikanya seperti itu," katanya.

Meski efektivitas pembentukan antibodi terjadi di tempat yang lebih tepat, tidak mudah untuk memproduksi vaksin dengan metode inhalasi tersebut.

"Tapi pesan saya kalau kita melihat seluruh merek vaksin Covid-19 yang beredar di Indonesia pada saat ini, apa pun mereknya kita bersyukur bahwa efektivitasnya masih sangat baik dalam mencegah gejala berat termasuk kematian," ujarnya.

Sementara itu, epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Bayu Satria Wiratama, sepakat atas rencana Presiden Joko Widodo segera mencabut pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) pada akhir 2022 karena sudah tidak memiliki urgensi untuk dilanjutkan.

"Dicabut tidak apa-apa karena sebenarnya sudah tidak ada urgensinya," kata Bayu.

Menurut Bayu, latar belakang kebijakan PPKM dimunculkan karena pada awal pandemi Covid-19 belum ada intervensi yang ideal untuk menekan laju penularan kasus. PPKM kala itu diberlakukan lantaran kasus Covid-19 di Indonesia tinggi disertai tingkat kematian yang terus bertambah, sementara vaksin belum ada.

Baca Juga: