Inti dari slogan Veni, Vidi, Vici adalah pernyataan lugas tentang keunggulan Julius Caesar atas musuh-musuhnya.

Inti dari slogan Veni, Vidi, Vici adalah pernyataan lugas tentang keunggulan Julius Caesar atas musuh-musuhnya dan para pesaingnya termasuk Pompey yang Agung. Yang paling penting adalah Senat, yang secara tradisional memerintah Republik Romawi.

Jadi, Veni, Vidi, Vici yang artinya saya datang, saya melihat, saya menaklukkan, merupakan provokasi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Slogan itu menggambarkan Julius Caesar sebagai seorang jenderal yang menang, yang tidak seperti para pendahulunya, mengambil satu-satunya penghargaan dengan prestasinya.

Ia adalah seorang pria yang dapat mengalahkan siapapun yang menentangnya, seorang politisi kuat yang mengatasi semua rintangan. Seorang pemenang yang siap mengambil alih kekuasaan absolut di Roma. Itulah yang dilakukan Caesar.

Dua tahun setelah kemenangannya yang keempat, pada tahun 44 SM, Julius Caesar menjadi diktator seumur hidup, secara efektif menjadi seorang raja dalam segala hal. Padahal sebelumnya pemerintahan Roma dijalankan melalui sistem pemerintahan republik yang demokratis.

Veni, Vidi, Vici adalah mahakarya propaganda Caesar, slogan politik efektif yang tidak hanya mengakhiri perang Pontic tetapi juga kemenangan Caesar di Gaul, Mesir, Afrika, dan perang saudara. Jika Alea iacta est artinya biarkan dadu dilempar yang mencerminkan tekad dan kemauan Caesar yang tak tergoyahkan untuk menantang tradisi dan otoritas, bahkan dengan risiko kehilangan segalanya.

Maka slogan saya datang, saya melihat, saya menaklukkan, dengan sempurna merangkum karakter Julius Caesar dan kariernya yang cemerlang. Karier Caesar merupakan serangkaian langkah yang diperhitungkan, dari peran dominannya dalam Triumvirat Pertama, di mana ia berhasil mengalahkan Pompey dan Crassus, hingga penaklukannya di Galia.

Dari kemenangan-kemenangan itu membuatnya mendapatkan kesetiaan tak terbantahkan dari legiunnya dan membuatnya sangat populer. Perannya yang penting dalam perang saudara menjadikan Caesar sebagai satu-satunya penguasa Roma.

"Pada akhirnya, frasa tersebut menandai ambisi besar Caesar untuk mengambil alih kekuasaan absolut," tulis Vedran Bileta, seorang akhil dalam sejarah kuno pada laman The Collector.

Namun Veni, Vidi, Vici juga mencerminkan kesombongan Caesar. Sikap ini pada akhirnya menyebabkan kejatuhannya. Pada pertengahan bulan Maret tahun 44 SM, tahun yang sama saat ia mendeklarasikan dirinya sebagai diktator seumur hidup. Keputusan ini mendorong para senator membunuhnya dan itu berhasil.

Namun, para konspirator, yang dipimpin oleh Brutus, gagal memutar balik waktu. Dengan kata lain, Veni, Vidi, Vici juga mencerminkan tren yang lebih luas yang memengaruhi Republik Akhir tren individu-individu kuat yang menginginkan kekuasaan absolut, dengan Julius Caesar sebagai yang paling menonjol.

Akibat kematian Caesar, terjadi perang saudara lagi, yang semakin merusak pondasi tradisional. Akhirnya, republik runtuh dan Kekaisaran Romawi baru muncul meniru apa yang dilakukan Caesar sebagai perintisnya.

Veni, Vidi, Vici dengan demikian menjadi pertanda perubahan, yang menandakan runtuhnya tatanan lama dan munculnya tatanan baru. hay/I-1

Baca Juga: