Mengatasi banjir Jakarta harus menjadi prioritas, bukan kegiatan lain yang tidak penting seperti balap mobil ­Formula E yang tidak membawa manfaat buat seluruh warga.

Banjir kembali menggenangi Jakarta. Hujan deras yang mengguyur Jakarta sepanjang Minggu (7/11) membuat ratusan Rukun Tetangga (RT) terendam banjir. Hingga Senin (8/11) pagi sebanyak 91 RT masih terendam, mayoritas berada di Jakarta Timur. Akibat banjir tersebut, 56 Kepala Keluarga (KK) yang terdiri dari 182 jiwa terpaksa mengungsi di tempat-tempat pengungsian yang sudah disiapkan.

Tidak hanya banjir yang disebabkan turunnya hujan deras, penderitaan warga Jakarta semakin bertambah karena ada banjir yang disebabkan rob, yaitu air laut yang masuk ke darat. Rob, Minggu (7/11) menggenangi sejumlah titik menuju pintu masuk kawasan wisata Taman Impian Jaya Ancol (TIJA).

Belum surutnya banjir yang menggenani Jakarta hingga Senin pagi langsung mengingatkan warga akan pernyataan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang mengatakan bahwa banjir Jakarta akan surut dalam waktu enam jam. Syaratnya kondisi hujan tidak berada di atas 100 milimeter per hari karena kondisi drainase DKI Jakarta berkapasitas maksimal 100 milimeter per hari.

Syarat berikutnya, kondisi aliran sungai tidak melebihi permukaan bantaran sungai. Dan syarat terakhir, hujan sudah reda dan air bisa kembali dipompa keluar wilayah banjir. "Jadi enam jam sesudah airnya surut di sungai, kembali normal, atau enam jam sesudah hujannya berhenti. Yang terjadi adalah hujannya berhenti tetapi aliran dari hulu masih jalan terus. Itu kendalanya, " kata Anies.

Jika banjir Jakarta bisa surut dalam enam jam dengan syarat seperti yang dikemukakan Anies, berarti tidak ada kemajuan penanganan banjir di Jakarta selama pemerintahannya. Faktanya banjir surut lebih dari enam jam dan rob terus menggenangi wilayah utara Jakarta.

Bahkan Jakarta kini terancam bencana yang lebih besar lagi. Rencana Pemprov DKI membangun 1,8 juta sumur resapan untuk memasukkan air hujan ke dalam tanah guna mencegah banjir dengan anggaran sekitar 5 triliun rupiah dinilai tidak efektif. Selain buang-buang uang di tengah anggaran yang sangat terbatas, sumur-sumur resapan tersebut justru akan terisi air asin dari laut. Itu akan menjadikan Jakarta ibarat kapal yang bocor.

Kondisi ini diperparah dengan permukaan tanah di Jakarta, ada yang sampai satu meter di bawah permukaan laut. Dan banjir rob nantinya tidak hanya menggenangi daratan di wilayah utara Jakarta saja, bisa semakin ke selatan dan akan semakin sering.

Bisa dikatakan Jakarta memang belum siap menghadapi musim hujan. Apalagi musim hujan saat ini disertai fenomena La Nina, yaitu terjadinya cuaca ekstrem seperti peningkatan 20 hingga 70 persen curah hujan bulanan yang oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) diperkirakan terjadi hingga awal 2022. Ketidaksiapan itu terlihat dari belum terealisasinya proyek sodetan yang menghubungkan Sungai Ciliwung dan Kanal Banjir Timur yang sudah direncanakan sejak era pemerintahan sebelumnya.

Pemprov DKI seharusnya sudah siap menghadapi musim hujan kali ini dengan upaya-upaya nyata untuk menanggulangi banjir, bukan teriak-teriak di saat musim hujan sudah tiba. Mengatasi banjir Jakarta harus menjadi prioritas, bukan kegiatan lain yang tidak penting seperti balap mobil Formula E yang tidak membawa manfaat buat seluruh warga.

Baca Juga: