Lonjakan harga pangan, terutama beras, bakal memicu inflasi ke depan sehingga diperlukan langkah antisipasi, yakni menjaga pasokan pasar dari hasil produksi dalam negeri.

JAKARTA - Inflasi berpotensi memanas ke depan seiring risiko lonjakan harga pangan dan dampak penghapusan bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite. Karena itu, upaya pencegahan perlu dilakukan untuk mengantisipasi inflasi, baik melalui pendekatan pasar yakni suplai dan permintaan serta pendekatan moneter melalui penguatan suku bunga acuan.

Pengamat Ekonomi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, memperingatkan inflasi berpotensi meningkat jika suplai beras ke depan tidak terjaga dengan baik sebagai dampak El Nino dan proteksi perdagangan oleh beberapa negara.

"Karena itu, tindakan preventifnya menjaga suplai bahan pangan agar ketersediaan stoknya selalu ada di pasar dan harganya akan stabil," ungkap Esther pada Koran Jakarta, Senin (4/9).

Dirinya juga khawatir dengan wacana PT Pertamina (Persero) menghapus bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite sehingga memaksa masyarakat menggunakan pertamax tentunya akan mendorong kenaikan biaya produksi. Hal itu mengakibatkan kenaikan harga barang-barang sehingga inflasi tidak akan terbendung lagi.

"Apabila inflasi terjadi maka salah satu langkah pengendaliannya dengan menaikkan tingkat suku bunga acuan (Bank Indonesia)," ujarnya.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pada Agustus lalu terjadi deflasi secara bulanan atau month to month (mtm) sebesar 0,02 persen. Meski demikian, secara tahun kalender berjalan atau year to date (ytd) pada Januari-Agustus 2023 terjadi inflasi sebesar 1,43 persen, sementara inflasi secara tahunan atau year on year (yoy) tercatat sebesar 3,27 persen.

Penyumbang deflasi bulanan terbesar pada Agustus 2023 makanan, minuman, dan tembakau dengan deflasi 0,25 persen dan andilnya 0,07 persen. Jika dilihat secara rinci, komoditas yang sumbang deflasi bulanan ini, antara lain daging ayam ras dengan andil deflasi 0,07 persen, bawang merah andilnya 0,05 persen, telur ayam ras deflasi 0,02 persen

Perbanyak Bantuan

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudisthira, menilai cost push inflation atau penyesuaian biaya yang dibebankan ke produsen harus diselesaikan pemerintah. Hal itu misalnya dengan memberi lebih banyak bantuan pupuk bersubsidi kemudian memberikan subsidi angkutan pangan hingga kontinu memangkas rantai pasok.

Bahkan, Bhima mendorong harga energi diturunkan untuk mencegah inflasi. "Pemerintah juga bisa menurunkan harga bahan bakar minyak subsidi untuk membantu petani mengelola kenaikan biaya produksi," pungkas Bhima.

Sementara itu, Pelaksana tugas (Plt) Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Yudi Sastro, menjelaskan pihaknya terus berupaya agar produksi pangan tidak turun. Di saat terjadinya anomali iklim saat ini, pihaknya telah memerintahkan kepada seluruh jajaran perlindungan tanaman pangan dari pusat hingga daerah untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT).

"Kami telah menginstruksikan kepada jajaran perlindungan tanaman pangan agar lebih intensif melakukan kegiatan pengamatan OPT dan lakukan tindakan pengendalian OPT sesegera mungkin, agar serangan OPT seperti wereng batang cokelat (WBC) ini tidak meluas dan mengganggu produksi pangan kita. Utamakan pengendalian OPT yang ramah lingkungan, tapi jika kondisi serangan sudah mencapai ambang pengendalian, segera gerdal dengan bahan pengendali yang sesuai," jelas Yudi.

Baca Juga: