» Swasembada pangan seperti beras, jagung, dan budidaya sorgum perlu diperkuat.

» Pemerintah harus mewaspadai faktor domestik terutama inflasi musiman akhir tahun.

JAKARTA - Perekonomian Indonesia bisa resilien di tengah ketidakpastian ekonomi global dan penurunan kinerja di berbagai negara karena ditopang oleh konsumsi. Konsumsi berkontribusi dominan dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

Masih dominannya konsumsi itu perlu diimbangi dengan menjaga daya beli masyarakat dan memastikan ketersediaan barang dan jasa dalam negeri, sehingga tidak terjadi kelangkaan pasokan yang akhirnya memicu inflasi tidak terkendali.

Pengamat ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, mengatakan perekonomian nasional sangat disokong oleh konsumsi masyarakat. "Sudah lama kita dikenal sebagai negara dengan pertumbuhan ekonominya yang didominasi oleh consumption driven, lebih dari 50 persen.

Sementara belanja pemerintah kontribusinya sekitar 8 persen, dan sektor manufaktur baru hanya 21 persen.

"Kita memang tidak seperti negara industri maju yang rentan terhadap gejolak global. Jika perekonomian dunia turun, maka ekspor mereka melemah. Oleh sebab itu, daya beli masyarakat patut dijaga, swasembada pangan seperti beras, jagung, dan budidaya sorgum perlu diperkuat. Tinggal kita mengupayakan supaya bisa swasembada kedelai," kata Wibisono.

Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa pada Leadership Forum Perbanas Institute di Jakarta, pekan lalu mengatakan bahwa konsumsi domestik menjaga resiliensi ekonomi Indonesia di tengah penurunan kinerja ekonomi yang dialami banyak negara.

"Konsumsi domestik yang besar telah meredam dampak guncangan ekonomi global terhadap perekonomian nasional," kata Purbaya.

Pada kuartal- III 2022 misalnya, ekonomi Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,72 persen secara tahunan. Lembaga-lembaga internasional pun memprediksi ekonomi Indonesia dapat tumbuh hingga 5,1 sampai 5,3 persen pada tahun depan.

Bahkan, perwakilan International Monetary Fund (IMF) untuk Indonesia memprediksi bahwa Indonesia akan mampu memenuhi target penurunan inflasi pada angka 3 persen pada tahun depan di tengah ancaman resesi dan perlambatan ekonomi global.

Purbaya menjelaskan bahwa konsumsi domestik sendiri berkontribusi sebesar 50,38 persen dari total PDB Indonesia. Indeks Penjualan Ritel dan Production Manufacturing Index (PMI) juga tercatat berada pada level ekspansif.

"Selain itu, apabila kita melihat indikator-indikator ekonomi riil juga masih menunjukkan tren yang baik. Penjualan ritel tumbuh positif diiringi oleh peningkatan optimisme konsumen," kata Purbaya.

Intermediasi Perbankan

Purbaya juga mengungkapkan optimismenya pada sektor perbankan nasional dimana intermediasi perbankan terus membaik seiring dengan pemulihan ekonomi Indonesia. Penyaluran kredit tumbuh 11,9 persen secara tahunan atau year on year (yoy) pada Oktober 2022. Sementara Dana Pihal Ketiga (DPK) tumbuh 9,4 persen yoy. Hal itu mengindikasikan bahwa dana mulai kembali mengalir ke sektor riil untuk menggerakkan perekonomian.

"Industri perbankan nasional kita masih dalam kondisi yang stabil. Level permodalan bank secara nasional sangat tebal, berada di angka 25,12 persen per September 2022. Kita bisa sama-sama melihat selama pandemi kemarin, perbankan kita tidak mengalami permasalahan berat salah satunya karena permodalannya yang sangat tinggi," jelas Purbaya.

Secara terpisah, pengajar dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti mengatakan dengan dominasi konsumsi domestik, maka pemerintah harus tetap menjaga agar konsumsi masyarakat tidak terganggu. Sebab itu, mobilitas tidak boleh dibatasi agar masyarakat tetap punya pendapatan.

Selain menjaga daya beli konsumen, harga barang affordable (terjangkau) oleh konsumen karena pasokan barang terjaga dan inflasi lebih terkendali. "Jika semua itu dipenuhi maka konsumsi akan terjaga," kata Esther.

Saat ini, katanya konsumsi pasti terganggu, apalagi akhir tahun biasanya ada seasional inflasi (inflasi musiman) karena libur Natal dan Tahun Baru (Nataru). "Apalagi masih ada dampak konflik geopolitik Russia dan Ukraina. Meski relatif kecil, yang harus diwaspadai adalah unsur domestik terutama inflasi musiman,"pungkasnya.

Baca Juga: